MAKALAH
PERADABAN BANGSA ARAB SEBELUM ISLAM
DOSEN PEMBIMBING:
Yulianti,S.Pd.,M.Pd.I
TIM
PENYUSUN KELOMPOK 3:
·
Anisa Damaiyanti
NPM: 1959201010
·
Elisa
NPM: 1959201027
·
Yoga Ladestu Pamungkas
NPM: 1959201063
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KOTABUMI
PROGRAM STUDI SISTEM TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS TEKNIK DAN KOMPUTER
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, saya bisa menyusun
dan menyajikan Makalah Pendidikan Agama Islam ini yang berisi tentang Peradaban
Bangsa Arab Sebelum Islam sebagai salah satu tugas kuliah. Tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dorongan
dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah Peradaban Bangsa Arab Sebelum
Islam ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi acuan dalam
menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya.
Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan
Makalah Peradaban Bangsa Arab Sebelum Islam ini terdapat kesalahan pengetikan
dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud penulis.
Wassalamualaikum warahmatullah
wabarakatuh…
Kotabumi,
25 Oktober 2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 4
A. Latar Belakang................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah........................................................................... 4
C. Tujuan............................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 5
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Sejarah Peradaban Islam.............. 5
B. Bangsa Arab Sebelum Islam........................................................... 6
C. Kepercayaan Bangsa Arab Sebelum Islam Datang........................ 7
D. Letak Geografis Arab..................................................................... 13
E. Perekonomian Arab Sebelum Islam................................................ 14
F. Sosial dan Budaya Bangsa Arab.................................................... 16
BAB III PENUTUP......................................................................................... 20
A. Kesimpulan..................................................................................... 20
B. Saran............................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 21
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab,
disebut masa jahiliyyah. Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh
terbelakangnya moral masyarakat Arab khususnya Arab pedalaman (badui) yang hidup
menyatu dengan padang pasir dan area tanah yang gersang. Mereka berada dalam
lingkungan miskin pengetahuan. Situasi yang penuh dengan kegelapan dan
kebodohan tersebut, mengakibatkan mereka sesat jalan, tidak menemukan
nilai-nilai kemanusiaan, membunuh anak dengan dalih kemuliaan, memusnahkan
kekayaan dengan perjudian, membangkitkan peperangan dengan alasan harga diri
dan kepahlawanan. Suasana semacam ini terus berlangsung hingga datang Islam di
tengah-tengah mereka.
Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada waktu
itu sama sekali tidak memiliki peradaban. Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam
dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Makkah misalnya pada
waktu itu merupakan kota dagang bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan
oleh posisinya yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan
penghubung jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria. Rentetan
peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal yang sangat
penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun peristiwa di dunia
yang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya.
Artinya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat hubungan yang
erat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam dengan situasi dan
kondisi Arab pra Islam.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah
pengertian dan ruang lingkup sejarah peradaban Islam?
2.
Bagaimana
bangsa Arab sebelum Islam?
3.
Bagaimana
kepercayaan bangsa Arab sebelum Islam datang?
4.
Bagaimana
letak geografis Arab?
5.
Bagaimana
perekonomian Arab sebelum Islam?
6.
Bagaimana
sosial dan budaya Bangsa Arab?
C.
TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan
makalah ini sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui pengertian dan ruang lingkup sejarah peradaban Islam
2.
Untuk mengetahui bagaimana bangsa Arab sebelum islam
3.
Untuk mengetahui kepercayaan bangsa Arab sebelum Islam datang
4.
Untuk mengetahui letak geografis Arab
5.
Untuk mengetahui perekonomian Arab sebelum Islam
6.
Untuk mengetahui sosial dan budaya bangsa Arab
BAB
II PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
DAN RUANG LINGKUP SEJARAH PERADABAN ISLAM
Peradaban Islam adalah terjemahan dari
kata Arab Al-Hadharah Al-Islamiyyah. Kata dalam bahasa Arab
ini sering kita terjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam.
Di Indonesia seringkali disinonimkan dua kata antara “ kebudayaan dan peradaban
“. Namun dalam perkembangan ilmu Antropologi sekarang, kedua istilah tersebut
telah dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam
suatu masyarakat. Sedangkan peradaban lebih berkaitan Manifestasi-manifestasi
kemajuan mekanis dan teknologis. Kebudayaan lebih direflesasikan dalam seni,
sastra, religi, dan moral. Sedangkan peradaban terefleksi dalam politik,
ekonomi dan teknologi[1].
Sampai tahun 1970-an, ruang lingkupnya
mencakup 4 kawasan :
·
Kawasan
pengaruh kebudayaan Arab : Timur tengah dan Afrika utara, termasuk Spanyol
Islam.
·
Kawasan
pengaruh kebudayaan Persia : Irak dan Negara-negara Islam di Asia tenggara.
·
Kawasan
pengaruh kebudayaan Turki.
·
Kawasan
pengaruh kebudayaan India Islam.
Akan
tetapi, sekarang kawasan itu menjadi luas dengan ditambahkannya Asia tenggara
sebagai suatu kawasan baru.
B.
BANGSA ARAB SEBELUM ISLAM
Pada masa sebelum islam yamg diajarkan
disebar luaskan ke bangsa Arab oleh Rasulullah Saw, orang arab sering kali
terjali peperangan antar suku di antaranya dikenal dengan perang Fujjar karena
terjadi beberapa kali antar suku, yang pertama perang antara suku Kinanah dan Hawazan,
kemuadian Quraisy dan Hawazan serta Kinanah dan Hawazan lagi. Dan peperangan
ini terjadi 15 tahun sebelum Rasul diutus. Kekaisaran Bizantium dan
Kekaisaran Romawi Timur dengan ibu kota Konstantinopel merupakan bekas Imperium
Romawi dari masa klasik. Pada permulaan abad ke-7, wilayah imperium ini telah
meliputi Asia kecil, Siria, Mesir dan sebagian daeah Itali serta sejumlah kecil
wilayah di pesisir Afrika Utara juga berada di bawah kekuasaannya.
Saingan berat Bizantium dalam perebutan
kekuasaan di Timur Tengan adalah persia. Ketika itu, imperium ini berada di
bawah kekuasaan dinasti Sasanid (sasaniyah). Ibu kota persia adalah
al-Madana’in, terletak sekitar dua puluh mil di sebalah tenggara kota Baghdad
yang sekarang. Wilayah kekuasaannya terbentang dari Irak dan Mesopotamia hingga
pedalaman timur Iran dewasa ini serta Afganistan. Menjelang
lahirnya Nabi Muhammad Saw, penguasaan Abisinia di Yaman – Abraham, atau lebih
populer dirujuk dalam literatur Islam sebagai Abrahah – melakukan invasi ke
Makkah, tetapi gagal menaklukkan kota tersebut lantara epidemi cacar (hujan
kerikil) yang menimpa bala tentaranya, Ekpedisi ini -merujuk Al-quran dalam
surat 105- pada prinsipnmya memiliki tujuan yang secara sepenuhnya berada di
dalam kerangka politik internasional ketika itu. yaitu upaya Bizantyum untuk
menyatukan suku-suku Arab di bawah pengaruhnya guna menantang Persia. sementara
para sejarawan muslim menambahkan tujuan lain untuknya. Menurut mereka ekpedisi
tersebut- terjadi kira-kira pada 552- dimaksudkan untuk menghancurkan Ka’bah
dalam rangka menjadikan gereja megah di San’a, yang dibangun Abrahah, sebagai
pusat ziarah pusat keagamaan di Arabia.
Dalam masyarakat arab terdapat
organisasi clan (kabilah) sebagai intinya dan anggota dari satu clan merupakan geneologi
(pertalian darah). Pemerintah di kalangan bangsa Arab sebelum Islam, menurut
para ahli sejarah dimulai oleh golongan Arab Bai'idah. Pada periode pertama
dikenal ada kerajaan Aad di daerah Ahkaf al Romel yang terletak antara Oman dan
Yaman, kaum Aad juga pernah mendirikan kerajaan antara Makkah dan Yastrib.
Kemudian juga dikenal kerajaan dari kaum Tsamud mendiami daerah hijir dan wadi
al-Kurro, antara Hijaz dan Syiria. Kemudian dikenal juga kerajaan dari kaum
Amaliqah di Arab Timur, Oman Hijaz mereka juga ke Mesir dan Syiria. Pada
periode Kedua yaitu pada masa Arab Aribah atau Bani Qhathan yang terkenal
dengan kerajaan Madiniyah, kerajaan Sabaiyah dan kerajaan Himyariah.
C.
KEPERCAYAAN BANGSA
ARAB SEBELUM ISLAM DATANG
Berikut
akan diuraikan agama dan keyakinan bangsa Arab sebelum kedatangan Islam:
1. AgamaMajusi
Majusi adalah istilah Al Qur’an untuk menyebut penganut Zoroaster. Penganut ajaran ini berkembang di Iran dan sekitarnya, wilayah kebudayaan dan peradaban bangsa Persia. Ajaran ini telah menjadi agama resmi selama kekuasaan Dinasti Sassaniah sebelum kedatangan ajaran Islam. Islam mengakui agama ini sebagai agama agama wahyu dan pengikutnya sebagai Ahlul Kitab dengan status ahlu al zimmi.
Ajaran atau agama Majusi (Zoroaster) ini lahir sekitar 700 atau 800 SM, didirikan oleh Zarathustra. Zarathustra menciptakan himne-himne gatha yang kemudian disusun dalam kitab penganut Zoroaster yaitu Zend Avesta.
Ajaran-ajarannya mempengaruhi beberapa agama yang muncul setelahnya, yaitu doktrin tentang kebangkitan postmortem, keberadaan jiwa, surge dan neraka, akhir dunia, dunia yang mengikuti sebuah peperangan antara kekuatan kebaikan dan kejahatan, serta kepercayaan atas hari kiamat.
Penganut ajaran Majusi tersebar di daerah timur jazirah Arab yaitu Oman, Bahrain dan Yamamah. Daerah-daerah ini sebelumnya berada di bawah pengaruh politik dan kebudayaan bangsa Persia.
Sejak zaman Umar bin Khattab dan penguasa muslim sesuadahnya mengakui penganut ajaran zoroastrianise sebagai “ahli kitab” yang diberkati dengan sebuah agama wahyu (samawi). Status mereka adalah kafir Zimmi. Tetapi, umat Islam dilarang mengawini perempuan dari kalangan Majusi dan memakan sembelihan mereka, karena kitab suci mereka telah diangkat dan tidak diakui lagi.
Kedekatan konsepsi dan ajaran Zoroaster/ Majusi ini dengan ajaran Islam diduga kuat menjadi faktor kunci alih keyakinan (konversi) penganutnya kepada agama Islam. Kodifikasi ajaran Islam yang lebih sistematis dan landasan ajaran Islam yang bersumber dari kitab suci yang jelas membuat penganut Majusi lebih mudah memahami ajaran Islam.
Majusi adalah istilah Al Qur’an untuk menyebut penganut Zoroaster. Penganut ajaran ini berkembang di Iran dan sekitarnya, wilayah kebudayaan dan peradaban bangsa Persia. Ajaran ini telah menjadi agama resmi selama kekuasaan Dinasti Sassaniah sebelum kedatangan ajaran Islam. Islam mengakui agama ini sebagai agama agama wahyu dan pengikutnya sebagai Ahlul Kitab dengan status ahlu al zimmi.
Ajaran atau agama Majusi (Zoroaster) ini lahir sekitar 700 atau 800 SM, didirikan oleh Zarathustra. Zarathustra menciptakan himne-himne gatha yang kemudian disusun dalam kitab penganut Zoroaster yaitu Zend Avesta.
Ajaran-ajarannya mempengaruhi beberapa agama yang muncul setelahnya, yaitu doktrin tentang kebangkitan postmortem, keberadaan jiwa, surge dan neraka, akhir dunia, dunia yang mengikuti sebuah peperangan antara kekuatan kebaikan dan kejahatan, serta kepercayaan atas hari kiamat.
Penganut ajaran Majusi tersebar di daerah timur jazirah Arab yaitu Oman, Bahrain dan Yamamah. Daerah-daerah ini sebelumnya berada di bawah pengaruh politik dan kebudayaan bangsa Persia.
Sejak zaman Umar bin Khattab dan penguasa muslim sesuadahnya mengakui penganut ajaran zoroastrianise sebagai “ahli kitab” yang diberkati dengan sebuah agama wahyu (samawi). Status mereka adalah kafir Zimmi. Tetapi, umat Islam dilarang mengawini perempuan dari kalangan Majusi dan memakan sembelihan mereka, karena kitab suci mereka telah diangkat dan tidak diakui lagi.
Kedekatan konsepsi dan ajaran Zoroaster/ Majusi ini dengan ajaran Islam diduga kuat menjadi faktor kunci alih keyakinan (konversi) penganutnya kepada agama Islam. Kodifikasi ajaran Islam yang lebih sistematis dan landasan ajaran Islam yang bersumber dari kitab suci yang jelas membuat penganut Majusi lebih mudah memahami ajaran Islam.
2. Agama Yahudi
Istilah Yahudi berasal dari dari kata hada yang berarti kembali dan bertobat. Nama ini diberikan karena Nabi Mua pernah mengatakan; sesungguhnya kami kembali (bertobat( kepada engkau…” (QS Al A’raf:156). Agama Yahudi diakui sebagai agama wahyu dan pengikutnya deisebut sebagai ahlu al kitab dengan status ahlu al zimmi.
Ajaran Yahudi bersumber dari kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Musa AS. Orang Yahudi menganggap bahwa syari’at itu hanya satu. Syari’at bermula dari syari’at nabi Musa AS dan mencapai kesempurnaan pada zaman Musa AS. Tidak ada syari’at-syariat sebelumnya kecuali hukum-hukum yang diperoleh dari akal dan hukum-hukum yang lahir berdasarkan kemaslahatan hidup manusia. Menurut mereka syari’at Musa AS tidak mungkin dihapus (Nasakh). Melakukan nasakh berarti perubahan dan pembatalan terhadap perintah Allah yang sudah ada sebelumnya.
Konsepsi ajaran Yahudi inilah yang menjadi dasar kaum Yahudi Arab menolak kehadiran Syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Penolakan ini menjadi sumber awal konflik diikuti oleh-konflik berikutnya yang bersumber dari eksistensi penganut Yahudi Arab yang merupakan kaum imigran di jazirah Arab. Imigran Yahudi ini kemudian membentuk komunitas yang kuat di daerah Yatsrib (kelak menjadi Madinah), Taima’, Fadak dan Wadi al Qura’
Pemukiman pertama Yahudi di sekitar Madinah adalah daerah Khaibar (+ 160 km dari Yatsrib). Muhammad Ibrahim al Fayumi sebagaimana dikutip Khalil Abdul Karim menyebutkan bahwa agama Yahudi masuk ke Yatsrib bukan untuk menyebarkan misi, melainkan karena beberapa sebab, di antaranya; 1) jumlah mereka yang besar di Palestina ampai mencapai 4 juta jiwa, 2) tekanan yang dilancarkan kepada mereka oleh pemerintah Romawi pada abad ke-1, 3) peruntuhan terhadap rumah ibadah mereka.
Shalih Ahmad al Aly berpendapat, bahwa orang-orang Yahudi itu berasal dari Syam setelah penaklukan Romawi atas Syam diiringi usaha menghancurkan kelompok pengikut Yahudi. Kelompok suku yang pindah ke tanah Hijaz adalah Bani Quraidzah, Bani Nadir dan Bani Hadal. Kelompok suku inilah nantinya yang akan dominan penyebutannya dalam sejarah Islam di Yastrib atau Madinah.
Pada prinsipnya tidak perbedaan syariat agama Yahudi dan Islam. Tetap syari’at Islam datang mengkoreksi ajaran Yahudi yang telah banyak diselewengkan dan ditakwilkan untuk kepentingan bangsa Yahudi. Misalnya dalau Taurat yang telah ditakwilkan itu disebukan bahwa Bani Ismail (keturunan Nabi Ismail) bukanlah bagian dari Bani Israil. Bani Israil dalam konsepsi mereka adalah keluarga Ya’kub, Musa dan Harun. Karena alas an itu pula lah mereka menolak kenabian Nabi Muhammad SAW yang notabene keturunan Nabi Ismail dianggap tidak punya otoritas yang sah sebagai nabi, karena bukan bagian dari bangsa Israil.
Istilah Yahudi berasal dari dari kata hada yang berarti kembali dan bertobat. Nama ini diberikan karena Nabi Mua pernah mengatakan; sesungguhnya kami kembali (bertobat( kepada engkau…” (QS Al A’raf:156). Agama Yahudi diakui sebagai agama wahyu dan pengikutnya deisebut sebagai ahlu al kitab dengan status ahlu al zimmi.
Ajaran Yahudi bersumber dari kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Musa AS. Orang Yahudi menganggap bahwa syari’at itu hanya satu. Syari’at bermula dari syari’at nabi Musa AS dan mencapai kesempurnaan pada zaman Musa AS. Tidak ada syari’at-syariat sebelumnya kecuali hukum-hukum yang diperoleh dari akal dan hukum-hukum yang lahir berdasarkan kemaslahatan hidup manusia. Menurut mereka syari’at Musa AS tidak mungkin dihapus (Nasakh). Melakukan nasakh berarti perubahan dan pembatalan terhadap perintah Allah yang sudah ada sebelumnya.
Konsepsi ajaran Yahudi inilah yang menjadi dasar kaum Yahudi Arab menolak kehadiran Syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Penolakan ini menjadi sumber awal konflik diikuti oleh-konflik berikutnya yang bersumber dari eksistensi penganut Yahudi Arab yang merupakan kaum imigran di jazirah Arab. Imigran Yahudi ini kemudian membentuk komunitas yang kuat di daerah Yatsrib (kelak menjadi Madinah), Taima’, Fadak dan Wadi al Qura’
Pemukiman pertama Yahudi di sekitar Madinah adalah daerah Khaibar (+ 160 km dari Yatsrib). Muhammad Ibrahim al Fayumi sebagaimana dikutip Khalil Abdul Karim menyebutkan bahwa agama Yahudi masuk ke Yatsrib bukan untuk menyebarkan misi, melainkan karena beberapa sebab, di antaranya; 1) jumlah mereka yang besar di Palestina ampai mencapai 4 juta jiwa, 2) tekanan yang dilancarkan kepada mereka oleh pemerintah Romawi pada abad ke-1, 3) peruntuhan terhadap rumah ibadah mereka.
Shalih Ahmad al Aly berpendapat, bahwa orang-orang Yahudi itu berasal dari Syam setelah penaklukan Romawi atas Syam diiringi usaha menghancurkan kelompok pengikut Yahudi. Kelompok suku yang pindah ke tanah Hijaz adalah Bani Quraidzah, Bani Nadir dan Bani Hadal. Kelompok suku inilah nantinya yang akan dominan penyebutannya dalam sejarah Islam di Yastrib atau Madinah.
Pada prinsipnya tidak perbedaan syariat agama Yahudi dan Islam. Tetap syari’at Islam datang mengkoreksi ajaran Yahudi yang telah banyak diselewengkan dan ditakwilkan untuk kepentingan bangsa Yahudi. Misalnya dalau Taurat yang telah ditakwilkan itu disebukan bahwa Bani Ismail (keturunan Nabi Ismail) bukanlah bagian dari Bani Israil. Bani Israil dalam konsepsi mereka adalah keluarga Ya’kub, Musa dan Harun. Karena alas an itu pula lah mereka menolak kenabian Nabi Muhammad SAW yang notabene keturunan Nabi Ismail dianggap tidak punya otoritas yang sah sebagai nabi, karena bukan bagian dari bangsa Israil.
3. Agama Nasrani
(Kristen)
Agama Nasrani atau di Indonesia secara resmi disebut agama Kristen pada masa sebelum kedatangan Islam disebut sebagai agama samawi yang banyak dianut oleh Bangsa Arab. Salah satu tokoh Nasrani yang terkenal dalam sejarah Islam adalah Waraqah bin Naufal bis Asad bin Abdul Uzza bin Qushay al Quraisyi. Ia adalah sepupu tertua dari jalur ayah Khadijah, istri nabi Muhammad SAW. Waraqah bin Naufal adalah seorang imam Nestorian yang dikenal sebagai salah seorang Kristen yang membenarkan berita kedatangan nabi baru yaitu Nabi Muhammad SAW.
Agama Nasrani atau sering juga disebut agama Masehi ini tersebar luas di jazirah Arab karena beberapa faktor seperti geografis, hitoris, politik dan ekonomi. factor yang mendasari perkembangan agama ini secara baik diuraikan oleh Khalil Abdul Karim dalam bukunya Hegemoni Quraisy: Agama, Budaya, Kekuasaan.
Factor geografis: saat itu, nasrani udah hampir mnyerupai agama resmi di wilayah Syiria, Iraq, Yaman dan Habsyi. Di wilayah uung jazirah Arab juga pernah berdiri kerajaan Ghassan yang emua pimpinannya beragama Nasrani. Demikian juga disekeling jazirah Arab juga ditemui beberapa kerajaan baik kerajaan besar atau kecil yang ecara resmi menganut ajaran Nasrani.
Faktor politis: Agama Nasrani merupakan upaya perpanjangan kekuasaan Romawi melalui penyebaran agama kepada masyarakat Jazirah Arab. Pemerintah Romawi (Byzantium) menggunakan agama demi kelangsungan kekuasaannya dan me-Nashrani-kan suku-suku Arab untuk kelangsungan kekuasaannya.
Faktor ekonomi: karena adanya hubungan perniagaan antara orang-orang Arab dengan negeri Syam yang menganut Nasrani. Pada musim-musim perdagangan dan haji, pedagang Nasrani Syam juga banyak yang tinggal di Makkah dan turut mengembangkan ajaran Nasrani. Selain itu, pada awal kemunculan Islam, Makkah dibanjiri oleh budak-budak imigran dan budak yang diperoleh dari proses perdagangan budak. Kebanyakan budak itu berasal dari Habsy dan mayoritas mereka beragama Nasrani.
Ketiga agama yang disebut di atas dapat dikategorikan sebagai agama wahyu dan pengikutnya diakui sebagai pengikut ahlul kitab dan berstatus sebagai ahlu al zimmi. Keberadaan agama-agama samawi itu sebagaimana disebut di awal tidak meninggalkan pengaruh yang berarti. Bahkan pada umumnya masyarakat Arab sekitar Hijaz justru masih banyak menganut keyakinan yang diwariskan secara turun temurun.
Konstruksi keyakinan keagamaan masyarakat Arab sesungguhnya sangat sederhana, sesederhana cara hidup masyarakat gurun yang menyukai kesederhanan, ketidakrumitan dan serba instan. Menurut Syafiq A Mughni, kepercayaan masyarakat Arab pra-Islam adalah gabungan antara kultus nenek moyang, fetisisme, totemisme dan animisme dan lain-lain.
Adapun beberapa keyakinan yang disebut sebagai agama ardhi antara lain sebagai berikut:
1. Pengkultusan terhadap nenek moyang
Keyakinan ini terwujud dalam sikap penghormatan berlebihan terhadap pahlawan. Sikap ini berawal dari penghormatan terhadap pemimpin dan pahlawan peperangan ketika mereka hidup. Pemimpin bagi masyarakat Arab terutama Arab Semitik amat berkuasa kehidupan masyarakat. Kekuasaan ini bahkan berlanjut hingga pemimpin dan pahlwan itu meninggalnya. Begitu pula penghormatan berubah menjadi pengkultusan. Pengkultusan itu termanifestasi dalam bentuk kuburan, bangunan atau berhala yang dinisbahkan kepada mereka. Demikian juga sya’ir-syair dalam karya sastra.
2. Fetisisme
Fetisisme termanifestasi dalam bentuk pemujaan terhadap benda seperti batu dan kayu. Mereka meyakini batu dan kayu yang mereka sembah mempunyai roh yang memberi kekuatan. Roh itu lah yang mereka sembah dan roh itu dianggap dapat memberi kebaikan dan menolak kejahatan.
3. Totemisme
Totemisme adalah pengkultusan dan penyembahan hewan atau tumbuhan yang dianggap suci. Hal ini disebabkan ketergantungan hidup mereka terhadap hewan dan tumbuhan. Oleh sebab itu mereka melarang dan mengharamkan memburu, membunuh dan memakan hewan atau tumbuhan jenis tertentu.
Kultus ini juga muncul dalam pemberian nama diri. Pada masa itu banyak sekali orang member nama diri dan gelar kepada anak dan kerabatnya dengan nama binatang, seperti Asad, Fahd (singa), Namir (harimau), Kalb (anjing), Tsa’labah (kancil), Handalah (timun pahit) dan nama-nama lainnya. Pemberian nama itu selain untuk menghormati binatang dan tumbuhan sekaligus untuk penisbahan watak dan tabiat seseorang sesuai dengan ciri-ciri binatang dan tumbuhan yang dikultuskan itu.
Agama Nasrani atau di Indonesia secara resmi disebut agama Kristen pada masa sebelum kedatangan Islam disebut sebagai agama samawi yang banyak dianut oleh Bangsa Arab. Salah satu tokoh Nasrani yang terkenal dalam sejarah Islam adalah Waraqah bin Naufal bis Asad bin Abdul Uzza bin Qushay al Quraisyi. Ia adalah sepupu tertua dari jalur ayah Khadijah, istri nabi Muhammad SAW. Waraqah bin Naufal adalah seorang imam Nestorian yang dikenal sebagai salah seorang Kristen yang membenarkan berita kedatangan nabi baru yaitu Nabi Muhammad SAW.
Agama Nasrani atau sering juga disebut agama Masehi ini tersebar luas di jazirah Arab karena beberapa faktor seperti geografis, hitoris, politik dan ekonomi. factor yang mendasari perkembangan agama ini secara baik diuraikan oleh Khalil Abdul Karim dalam bukunya Hegemoni Quraisy: Agama, Budaya, Kekuasaan.
Factor geografis: saat itu, nasrani udah hampir mnyerupai agama resmi di wilayah Syiria, Iraq, Yaman dan Habsyi. Di wilayah uung jazirah Arab juga pernah berdiri kerajaan Ghassan yang emua pimpinannya beragama Nasrani. Demikian juga disekeling jazirah Arab juga ditemui beberapa kerajaan baik kerajaan besar atau kecil yang ecara resmi menganut ajaran Nasrani.
Faktor politis: Agama Nasrani merupakan upaya perpanjangan kekuasaan Romawi melalui penyebaran agama kepada masyarakat Jazirah Arab. Pemerintah Romawi (Byzantium) menggunakan agama demi kelangsungan kekuasaannya dan me-Nashrani-kan suku-suku Arab untuk kelangsungan kekuasaannya.
Faktor ekonomi: karena adanya hubungan perniagaan antara orang-orang Arab dengan negeri Syam yang menganut Nasrani. Pada musim-musim perdagangan dan haji, pedagang Nasrani Syam juga banyak yang tinggal di Makkah dan turut mengembangkan ajaran Nasrani. Selain itu, pada awal kemunculan Islam, Makkah dibanjiri oleh budak-budak imigran dan budak yang diperoleh dari proses perdagangan budak. Kebanyakan budak itu berasal dari Habsy dan mayoritas mereka beragama Nasrani.
Ketiga agama yang disebut di atas dapat dikategorikan sebagai agama wahyu dan pengikutnya diakui sebagai pengikut ahlul kitab dan berstatus sebagai ahlu al zimmi. Keberadaan agama-agama samawi itu sebagaimana disebut di awal tidak meninggalkan pengaruh yang berarti. Bahkan pada umumnya masyarakat Arab sekitar Hijaz justru masih banyak menganut keyakinan yang diwariskan secara turun temurun.
Konstruksi keyakinan keagamaan masyarakat Arab sesungguhnya sangat sederhana, sesederhana cara hidup masyarakat gurun yang menyukai kesederhanan, ketidakrumitan dan serba instan. Menurut Syafiq A Mughni, kepercayaan masyarakat Arab pra-Islam adalah gabungan antara kultus nenek moyang, fetisisme, totemisme dan animisme dan lain-lain.
Adapun beberapa keyakinan yang disebut sebagai agama ardhi antara lain sebagai berikut:
1. Pengkultusan terhadap nenek moyang
Keyakinan ini terwujud dalam sikap penghormatan berlebihan terhadap pahlawan. Sikap ini berawal dari penghormatan terhadap pemimpin dan pahlawan peperangan ketika mereka hidup. Pemimpin bagi masyarakat Arab terutama Arab Semitik amat berkuasa kehidupan masyarakat. Kekuasaan ini bahkan berlanjut hingga pemimpin dan pahlwan itu meninggalnya. Begitu pula penghormatan berubah menjadi pengkultusan. Pengkultusan itu termanifestasi dalam bentuk kuburan, bangunan atau berhala yang dinisbahkan kepada mereka. Demikian juga sya’ir-syair dalam karya sastra.
2. Fetisisme
Fetisisme termanifestasi dalam bentuk pemujaan terhadap benda seperti batu dan kayu. Mereka meyakini batu dan kayu yang mereka sembah mempunyai roh yang memberi kekuatan. Roh itu lah yang mereka sembah dan roh itu dianggap dapat memberi kebaikan dan menolak kejahatan.
3. Totemisme
Totemisme adalah pengkultusan dan penyembahan hewan atau tumbuhan yang dianggap suci. Hal ini disebabkan ketergantungan hidup mereka terhadap hewan dan tumbuhan. Oleh sebab itu mereka melarang dan mengharamkan memburu, membunuh dan memakan hewan atau tumbuhan jenis tertentu.
Kultus ini juga muncul dalam pemberian nama diri. Pada masa itu banyak sekali orang member nama diri dan gelar kepada anak dan kerabatnya dengan nama binatang, seperti Asad, Fahd (singa), Namir (harimau), Kalb (anjing), Tsa’labah (kancil), Handalah (timun pahit) dan nama-nama lainnya. Pemberian nama itu selain untuk menghormati binatang dan tumbuhan sekaligus untuk penisbahan watak dan tabiat seseorang sesuai dengan ciri-ciri binatang dan tumbuhan yang dikultuskan itu.
4.
Animisme
Animisme (ruhaniyyah) adalah kepercayaan akan adanya roh baik dan roh ahat yang berpengaruh dalam kehidupan manusia. Air, batu, api dan kayu diyakini memiliki roh dan dipercaya berpengaruh terhadap manusia. Sebagian yang lain mempercayai bahwa roh itu dapat berwujud darah, udara atau burung/hewan-hewan tertentu.
5. Kepercayaan lainnya
Kepercayaan lain yang berkembang di antaranya kepercayaan terhadap jin yang dapat berwujud atau merupakan bentuk tertentu, seperti binatang berbulu lebat dan panjang. Bahkan bisa berbentuk manusia. Dalam masyarakat lain, keyakinan ini bisa disebut dengan keyakinan akan adanya hantu yang dapat berubah wujud apa saja. Keyakinan ini berdampak kepada keyakinan lainnya yaitu keyakinan akan daerah angker yang dihuni oleh jin-jin tersebut. Tidak jarang, menghadapi keyakinan seperti itu masyarakat Arab bersedia memberi persembahan ke tempat angker tersebut.
Secara umum, untuk menggambarkan secara ringkas seluruh keyakinan bangsa Arab pra Islam itu sebagai keyakinan penyembahan berhala karena menjadikan benda yang dibentuk menjadi rupa manusia atau binatang sebagai media penyembahan terhadap roh nenek moyang, jin dan sebagainya. Maka berhala sebagai wujud keyakinan mereka dapat disebut sebagai kebudayaan dan peradaban yang terbentuk dari cara pandang mereka terhadap kekuatan lain di luar dirinya.
Animisme (ruhaniyyah) adalah kepercayaan akan adanya roh baik dan roh ahat yang berpengaruh dalam kehidupan manusia. Air, batu, api dan kayu diyakini memiliki roh dan dipercaya berpengaruh terhadap manusia. Sebagian yang lain mempercayai bahwa roh itu dapat berwujud darah, udara atau burung/hewan-hewan tertentu.
5. Kepercayaan lainnya
Kepercayaan lain yang berkembang di antaranya kepercayaan terhadap jin yang dapat berwujud atau merupakan bentuk tertentu, seperti binatang berbulu lebat dan panjang. Bahkan bisa berbentuk manusia. Dalam masyarakat lain, keyakinan ini bisa disebut dengan keyakinan akan adanya hantu yang dapat berubah wujud apa saja. Keyakinan ini berdampak kepada keyakinan lainnya yaitu keyakinan akan daerah angker yang dihuni oleh jin-jin tersebut. Tidak jarang, menghadapi keyakinan seperti itu masyarakat Arab bersedia memberi persembahan ke tempat angker tersebut.
Secara umum, untuk menggambarkan secara ringkas seluruh keyakinan bangsa Arab pra Islam itu sebagai keyakinan penyembahan berhala karena menjadikan benda yang dibentuk menjadi rupa manusia atau binatang sebagai media penyembahan terhadap roh nenek moyang, jin dan sebagainya. Maka berhala sebagai wujud keyakinan mereka dapat disebut sebagai kebudayaan dan peradaban yang terbentuk dari cara pandang mereka terhadap kekuatan lain di luar dirinya.
D. LETAK
GEOGRAFIS ARAB
Menurut bahasa, kata Arab
berarti padang pasir; tanah gundul dan gersang yang tiada air dan tanamannya.
Sebutan dengan istilah ini sudah diberikan sejak dahulu kepada Jazirah Arab,
sebagaimana sebutan yang diberikan kepada suatu kaum yang disesuaikan dengan
dareah tertentu, lalu mereka menjadikannya sebagai tempat tinggal.
Secara geografis, Jazirah
Arab dibatasi oleh Laut Merah dan Gurun Sinai di sebelah barat, Teluk Arab dan
sebagian besar negeri Iraq Selatan di sebelah timur, Laut Arab yang bersambung
dengan Samudera Hindia di sebelah selatan dan negeri Syam dan sebagaian kecil
dari negara Iraq di sebelah utara. Meskipun ada kemungkinan sedikit perbedaan
dalam penentuan batasan ini. Luasnya membentang antara 1 x 1,3 juta mil
persegi.
Jazirah Arab memiliki
peranan yang sangat besar karena kondisi alam dan letak geografisnya. Sedangkan
dilihat dari kondisi internalnya, Jazirah Arab hanya dikelilingi gurun dan
pasir di segala sudutnya. Karena kondisi seperti inilah yang membuat Jazirah
Arab seperti benteng pertahanan yang kokoh, yang tidak memperkenankan bangsa
asing untuk menjajah, mencaplok dan menguasai bangsar Arab. Oleh karena itu,
kita bisa melihat penduduk Jazirah Arab yang hidup merdeka dan bebas dalam
segala urusan sejak zaman dahulu. Padahal, pada waktu itu mereka hidup
bertetangga dengan dua imperium besar saat itu (Romawi dan Persia), yang
serangannya tak mungkin bis dihadang andaikan tidak ada benteng pertahanan yang
kokoh seperti itu.
Hubungannya dengan dunia
luar, Jazirah Arab terletak di benua yang sudah dikenal sejak dahulu kala, yang
mempertautkan daratan dan lautan. Sebelah barat laut merupakan pintu masuk ke
Benua Afrika, sebelah timur laut merupakan kunci masuk ke Benua Eropa dan
sebelah timur merupakan pintu masuk bagi bangsa-bangsa non-Arab, Timur Tengah
dan Timur Dekat, terus membentang ke India dan Cina. Setiap benua yang
mempertemukan lautnya dengan Jazirah Arab dan setiap kapal laut yang berlayar pasti
akan besandar di pinggiran wilyahnya.
Karena letak geografisnya
seperti itu pula, sebelah utara dan selatan Jazirah Arab menjadi tempat
berlabuh berbagai bangsa untuk saling tukar-menukar perniagaan, peradaban,
agama dan seni.
E. PEREKONOMIAN ARAB SEBELUM ISLAM
Sebelum
cahaya Islam menerangi jazirah Arab, warga Arab terbagi menjadi dua wilayah,
yaitu Arab Badui (kampung) dan Arab Hadhari (perkotaan). Untuk bertahan hidup,
warga Arab Badui menggantungkan sumber kehidupannya dengan beternak. Mereka
hidup secara nomaden atau berpindah-pindah sambil menggiring ternak mereka
menuju daerah dengan curah hujan tinggi atau ke padang rumput.
Mereka
mengonsumsi daging dan susu hasil ternak, membuat pakaian, kemah, dan perabot
dari wol (bulu domba)serta menjualnya jika keperluan pribadi dan keluarganya
sudah terpenuhi. Untuk mengukur taraf kekayaan seorang warga Arab Badui maka
hitunglah jumlah hewan ternak yang mereka miliki. Karena semakin banyak hewan
ternak maka semakin tinggi pula derajat sosial mereka.
Adapun
warga Arab perkotaan memiliki dua bagian, yaitu penduduk yang tinggal di
wilayah subur, seperti Yaman, Thaif, Madinah, Najd, Khaibar, dan Makkah. Warga
di wilayah tersebut ter- biasa menggantungkan sumber kehidupannya melalui
pertanian. Meski begitu, ada pula warga yang bekerja di bidang perniagaan,
terutama mereka yang tinggal di Makkah. Kala itu, Makkah merupakan pusat
perniagaan.
Selain
memiliki profesi yang berbeda, warga Makkah juga dipandang lebih istimewa oleh
orang-orang Arab lain karena kedudukan mereka sebagai warga Kota Suci (Makkah).
Keistimewaan ini ternyata tertulis dalam firman Allah SWT.
Dan
apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan
(negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya
rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya
kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah? (QS al-Ankabut:67).
Aktivitas
perdagangan ini juga dilakukan oleh kalangan bangsawan, seperti Hasyim, Abu
Thalib, Abu Lahab, Abbas, Abu Sufyan bin Harb, Abu Bakar, Zubair bin Awwam,
bahkan Rasulullah SAW.Allah SWT juga mengabadikan perjalanan dagang yang
dilakukan orang- orang Quraisy sebagai perjalanan dagang yang sangat terkenal,
yaitu perjalanan musim dingin menuju Yaman dan sebaliknya, perjalanan dagang
musim panas ke Syam.
Allah
berfirman, Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka
bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah
Rabb pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.(QS Quraisy: 1-4).
Perniagaan
yang telah mendarah daging bagi warga Arab membuat makin menjamurnya
pusat-pusat perdagangan di berbagai wilayah di Arab, terutama Makkah dan
sekitarnya. Pusat perda gangan ini bukan hanya sebagai tempat transaksi
perdagangan, tetapi juga pusat pertemuan para pakar sastra, penyair, dan
orator. Pusat perbelanjaan pun menjelma menjadi pusat peradaban, kekayaan
bahasa, dan transaksi-transaksi global.
Selain
penduduk Makkah, penduduk Yaman juga terkenal dengan perniagaan.Mereka
menjadikan perniagaan sebagai mata pencaharian terbaik dalam mencari rezeki.
Kegiatan bisnis mereka tidak sebatas di darat, tetapi juga merambah melintasi
laut. Warga Yaman terbiasa berangkat ke daerah pesisir Afrika, seperti
Habasyah, Sudan, Somalia, bahkan ke Hindia dan Pulau Jawa, Sumatra, serta
negeri Asia lainnya untuk berdagang.
Setelah
cahaya Islam menyinari Arab, pedagang yang melakukan perjalanan panjang ke
berbagai negara tersebut bukan hanya menjajakan dagangan mereka, tapi juga
menyiarkan agama yang dibawa Rasulullah SAW. Para pedagang ini pula yang
memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di penjuru dunia.
F.
SOSIAL DAN
BUDAYA BANGSA ARAB
Masyarakat
Arab terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penduduk kota (Hadhary)
dan penduduk gurun (Badui). Penduduk kota bertempat tinggal tetap.
Mereka telah mengenal tata cara mengelola tanah pertanian dan telah mengenal
tata cara perdagangan. Bahkan hubungan perdagangan mereka telah sampai ke luar
negeri. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah memiliki peradaban cukup
tinggi. Sementara masyarakat Badui hidupnya berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat lainnya guna mencari air dan padang rumput untuk binatang
gembalaan mereka. Di antara kebiasaan mereka adalah mengendarai unta,
mengembala domba dan keledai, berburu serta menyerang musuh. Kebiasaan ini
menurut adat mereka adalah pekerjaan yang lebih pantas dilakukan oleh
laki-laki. Oleh karena itu, mereka belum mengenal pertanian dan perdagangan.
Karenanya, mereka hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari
kehidupan, baik untuk diri dan keluarga mereka atau untuk binatang ternak
mereka. Dalam perjalanan pengembaraan itu, terkadang mereka menyerang musuh
atau menghadapi serangan musuh. Di sinilah terjadi kebiasaan berperang di
antara suku-suku yang ada di wilayah Arabia.
Ketika
mereka diserang musuh maka suku yang bersekutu dengan mereka biasanya ikut
membantu dan rela mengorbankan apa saja untuk membantu kawan sekutunya itu. Di
sinilah dapat kita lihat adanya unsur kesetiakawanan yang ada di antara mereka.
Selain itu, manakala seorang anggota suku diserang oleh suku lain maka seluruh
anggota wajib membela anggotanya meskipun anggotanya itu salah. Mereka tidak
melihat kesalahan ada di pihak mana. Hal penting yang mereka lakukan adalah
membela sesama anggota suku. Itulah yang dapat kita lihat dari sikap fanatisme
dan patriotisme yang ada di dalam kehidupan masyarakat Badui.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi geografis Arab
sangat besar pengaruhnya terhadap kejiwaan masyarakatnya. Arab sebagai wilayah
tandus dan gersang telah menyelamatkan masyarakatnya dari serangan musuh-musuh
luar. Pada sisi lainnya, kegersangan ini mendorong mereka menjadi
pengembara-pengembara dan pedagang daerah lain. Keluasan dan kebebasan
kehidupan mereka di padang pasir juga menimbulkan semangat kebebasan dan
individualisme dalam pribadi mereka. Kecintaan mereka terhadap kebebasan ini
menyebabkan mereka tidak pernah dijajah bangsa lain. Kondisi kehidupan
Arab menjelang kelahiran Islam secara umum dikenal dengan sebutan zaman
jahiliyah. Hal ini dikarenakan kondisi sosial politik dan keagamaan masyarakat
Arab saat itu. Hal itu disebabkan karena dalam waktu yang lama, masyarakat Arab
tidak memiliki nabi, kitab suci, ideologi agama dan tokoh besar yang membimbing
mereka. Mereka tidak mempunyai sistem pemerintahan yang ideal dan tidak
mengindahkan nilai-nilai moral. Pada saat itu, tingkat keberagamaan mereka
tidak berbeda jauh dengan masyarakat primitif.
Sesungguhnya sejak zaman jahiliyah, masyarakat Arab
memiliki berbagai sifat dan karakter yang positif, seperti sifat pemberani,
ketahanan fisik yang prima, daya ingat yang kuat, kesadaran akan harga diri dan
martabat, cinta kebebasan, setia terhadap suku dan pemimpin, pola kehidupan
yang sederhana, ramah tamah, mahir dalam bersyair dan sebagainya. Namun
sifat-sifat dan karakter yang baik tersebut seakan tidak ada artinya karena
suatu kondisi yang menyelimuti kehidupan mereka, yakni ketidakadilan, kejahatan,
dan keyakinan terhadap tahayul. Pada masa itu, kaum wanita menempati
kedudukan yang sangat rendah sepanjang sejarah umat manusia. Masyarakat Arab
pra Islam memandang wanita ibarat binatang piaraan bahkan lebih hina lagi.
Karena para wanita sama sekali tidak mendapatkan penghormatan sosial dan tidak
memiliki apapun. Kaum laki-laki dapat saja mengawini wanita sesuka hatinya dan
menceraikan mereka semaunya. Bahkan ada suku yang memiliki tradisi yang sangat
buruk, yaitu suka mengubur anak perempuan mereka hidup-hidup. Mereka merasa
terhina memiliki anak-anak perempuan. Muka mereka akan memerah bila mendengar
isteri mereka melahirkan anak perempuan. Perbuatan itu mereka lakukan karena
mereka merasa malu dan khawatir anak perempuannya akan membawa kemiskinan dan kesengsaraan
dan kehinaan.
Selain itu, sistem perbudakan juga merajalela. Budak
diperlakukan majikannya secara tidak manusiawi. Mereka tidak mendapatkan
kebebasan untuk hidup layaknya manusia merdeka. Bahkan para majikannya tidak
jarang menyiksa dan memperlakukan para budak seperti binatang dan barang
dagangan, dijual atau dibunu. Secara garis besar kehidupan sosial
masyarakat Arab secara keseluruhan dan masyarakat kota Mekkah secara khusus
benar-benar berada dalam kehidupan sosial yang tidak benar atau jahiliyah.
Akhlak mereka sangat rendah, tidak memiliki sifat-sifat perikemanusiaan dan
sebagainya
Dalam situasi inilah agama Islam lahir di kota Mekkah
dengan diutusnya Muhammad saw. sebagai nabi dan rasul Allah. Secara
singkat dapat disimpulkan keaadaan sosial dan kebudayaan bangsa Arab sebelum
islam diantaranya:
a. Orang-orang Arab sebelum kedatangan Islam adalah
orang-orang yang menyekutukan Allah (musyrikin), yaitu mereka menyembah
patung-patung dan menganggap patung-patung itu suci.
b. Kebiasaan mereka ialah membunuh anak laki-laki mereka
karena takut kemiskinan dan kelaparan.
c. Mereka menguburkan anak-anak perempuan mereka
hidup-hidup karena takut malu dan celaan.
d. Mereka orang-orang yang suka berselisihan, yang suka
bertengkar, lantaran sebab-sebab kecil, sebab segolongan dari mereka memerangi
akan segolongannya.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab Al-Hadharah
Al-Islamiyyah. Kata dalam bahasa Arab ini sering kita terjemahkan
kedalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam. Di Indonesia seringkali
disinonimkan dua kata antara “ kebudayaan dan peradaban “. Namun dalam
perkembangan ilmu Antropologi sekarang, kedua istilah tersebut telah dibedakan.
Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat.
Sedangkan peradaban lebih berkaitan Manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis
dan teknologis. Kebudayaan lebih direflesasikan dalam seni, sastra, religi, dan
moral. Sedangkan peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi.
Sampai tahun 1970-an, ruang lingkupnya mencakup 4
kawasan :
· Kawasan pengaruh kebudayaan Arab : Timur tengah dan
Afrika utara, termasuk Spanyol Islam.
· Kawasan pengaruh kebudayaan Persia : Irak dan Negara-negara
Islam di Asia tenggara.
· Kawasan pengaruh kebudayaan Turki.
· Kawasan pengaruh kebudayaan India Islam.
Akan tetapi, sekarang kawasan itu menjadi luas dengan
ditambahkannya Asia tenggara sebagai suatu kawasan baru.
B. SARAN
Mempelajari
Sejarah-sejarah Islam amatlah penting, terutama bagi pelajar-pelajar agama
islam dan pemimpin-pemimpin islam. Dengan mempelajari Sejarah-sejarah Islam
kita dapat mengetahui sebab kemajuan dan kemunduran islam. Sebagai umat islam,
hendaknya kita mengetahui sejarah tersebut guna menumbuhkembangkan wawasan
generasi mendatang di dalam pengetahuan sejarah tersebut.
No comments:
Post a Comment