A.
Peranan Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar
1.
Guru
Dari segi
bahasa “Guru” sebagaimana dijelaskan oleh W.J.S Poerwadarminta adalah
orang yang kerjanya mengajar.[1]
Dalam bahasa inggris kata guru disebut Teacher.[2]
Dalam bahasa arab terdapat dua kata yang sama-sama memiliki arti guru, seperti
kata al-Mudarris dan kata al-Muallim.[3]
Adapun yang dimaksud dengan guru secara umum telah dikemukakan oleh para ahli
pendidikan. Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya yang dikutip oleh Jalaludin,
bahwa guru dalam islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik.[4]
Hadari Nawawi yang juga dikutip oleh jalaludin menjelaskan bahwa guru adalah
oran gyang kerjanya mengajar atau memberi pelajaran di sekolah.[5]
Dari beberapa
pendapat para ahli yang telah penulis kemukakan tersebut, maka penulis dapat
memahami bahwa guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan
pengajaran yang ikut bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik/murid
ke arah yang lebih baik yang diharapkan oleh guru masyarakat dan orang tua.
2.
Tugas-Tugas Guru
Sebagai seorang
pendidik guru bukanlah seorang yang berdiri di depan anak murid menyampaikan
materi pelajaran atau pengetahuan tertentu, akan tetapi seorang guru juga
mempunyai tugas yang cukup berat yang harus dipikulnya sebagai tanggung jawab
yang diamanatkan kepadanya.
Adapun
tugas-tugas yang diberikan kepada guru tersebut menurut slameto adalah sebagai
berikut:
a.
Mengumpulkan
data tentang murid
b.
Mengobservasi
tingkah laku murid dalam situasi sehari-hari
c.
Mengenal
murid yang membutuhkan bantuan khusus
d.
Mengadakan
pertemuan/kontak dengan orang tua,baik individu maupun kelompok untuk
memperoleh saling pengertian dalam pendidikan.
e.
Membuat
catatan-catatan pribadi murid dan menyimpan catatan itu dengan baik.
f.
Menyelenggarakan
bimbingan kelompok atau individu
g.
Bekerja
sama dengan petugas bimbingan untuk membantu memecahkan masalah murid-murid.
h.
Bersama-sama
dengan petugas bimbingan yang lain menyusun program bimbingan di sekolah.[6]
S. Nasution menjelaskan bahwa tugas guru tersebut dapat dibagi
menjadi tiga bagian yaitu :
a.
Sebagai
seorang yang mengkomunikasikan pengetahuan
b.
Guru
sebagai model, yaitu dalam bidang studi yang ia ajarkan dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga guru tersebut menjadi model atau contoh nyata yang
dikhendaki dari mata pelajaran tersebut.
c.
Guru
menjadi model sebagai pribadi, apakah ia cermat dalam berfikir, berdisiplin,
mencintai pelajarannya ataukan yang mematikan idealism dan picik pandangannya.[7]
Dengan melihat tugas-tugas guru yang telah diuraikan oleh para ahli
tersebut di atas, maka penulis dapat memahami, bahwa sebagai seorang guru
selain orang yang memiliki ilmu atau pengetahuan yang akan diajarkannya, juga seorang yang mempunyai
kepribadian yang baik, mempunyai pandangan yang luas dan berjiwa besar. Dengan
kepribadian guru yang seperti itu, maka diharapka ia memiliki kemampuan untuk
mengarahkan dan membina anak muridnya sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang
luhur dan bermartabat menurut ajaran agama Islam dan itulah yang menjadi tujuan
pendidikan.
3.
Sifat-sifat Guru
Sebagai seorang
guru, selain ia harus melaksanakan tugas-tugas yang telah diamanahkan
kepadanya, ia juga harus memiliki sifat-sifat yang baik. Dengan sifat-sifat
inilah diharapkan apa yang diberikan oleh guru kepada para muridnya dapat
didengar dan dipatuhi, tingkah lakunya juga dapat ditiru dan diteladani dengan
baik. Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasy sifat-sifat guru ada tujuh macam,
yaitu :
1.
Guru
harus memiliki sifat zuhud
2.
Guru
harus memiliki jiwa yang bersih dari sifat-sifat dan akhlak yang tercela
3.
Guru
harus ikhlas dan jujur dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya
4.
Guru
harus bersifat pemaaf terhadap anak muridnya
5.
Guru
harus dapat menempatkan dirinya sebagai seorang bapak sebelum ia menjadi
seorang guru
6.
Guru
harus mengetahui bakat, tabiat dan watak anak muridnya
7.
Guru
harus menguasai mata pelajaran yang akan di ajarkan, sehingga ia dapat
menyenangkan dan dapat memuaskan anak muridnya dalam belajar.[8]
Sifat-sifat
guru tersebut di atas masih umum, artinya berlaku pada setiap jenjang, dan
masih bisa ditambah dengan sifat-sifat yang lebih khusus yang disesuaikan
dengan jenjang atau tingkat guru yang bersangkutan, misalnya guru yang mengajar
di sekolah TK, ia harus memiliki sifat yang lebih khusus yang tidak dimiliki
oleh orang yang mengajar di tingkat SD. Perbedaan sifat-sifat ini karna adanya
perbedaan situasi pengajaran yang dihadapi oleh masing-masing guru tersebut,
namun semua guru yang mengajar harus memiliki sifat-sifat yang khusus yang
sesuai dengan kondisi lingkungan yang dihadapinya.
Untuk
mewujudkan harapan tersebut di atas, pada masa sekarang nampaknya sedikit
sulit, karna sulitnya menemukan sosok
guru atau pendidik yang berorientasi pada tanggung jawab terhadap bidang
tugas sebagaimana disebutkan di atas. Oleh karena itu sangatlah wajar kalau
mutu pendidikan sekarang semakin menurun.
4.
Kedudukan Guru
Sebagaimana yang telah penulis kemukakan di atas, bahwa tugas dan
tanggung jawab yang telah diberikan kepada seorang guru adalah cukup berat.
Selain memberikan ilmu dan pengetahuan pengalaman dan keterampilan ia juga
harus membimbing serta member arahan kepada muridnya yang bukan anak kandungnya
sendiri. Hal ini tentunya suatu pekerjaan yang bukan ringan dan bukan mudah
bagi setiap orang untuk melaksanakannya, karena watak, tabiat dan bakat mereka
masing-masing murid berbeda sehingga tugas tersebut mengandung resiko, baik
resiko yang sifatnya fisik ataupun psikis. Terlebih lagi jika menghadapi
kenakalan murid, tidak memiliki kesadaran belajar serta tidak mendapat motivasi
belajar dari orang tuanya.
Oleh karena demikian beratnya tugas dan tanggung jawab seorang
guru, agar tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka selain guru boleh
menerima upah atau gaji dari orang tua muridnya, ajaran agama islam juga
menetapkan aturan normative yang dapat memotivasi guru dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya. Hal ini memberikan kedudukan yang tinggi dan terhormat
kepada guru. Kedudukan yang diberikan Allah S.W.T kepada guru tersebut
bervariasi, hal ini tentunya sesuai dengan tingkat kwalitas ilmu dan amal yang
dimiliki oleh masing-masing guru. Namun secara umum setiap guru berhak
dihormati oleh anak muridnya, karna jasanya yang begitu besar. Adapun
penjelasan tentang kedudukan guru dapat dilihat dalam Al-Qur’an surat
Al-Mujadalah ayat 11, Allah S.W.T berfirman :
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ÇÊÊÈ
Artinya : “Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman
di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…”
(Al-Mujadalah : 11)[9]
Rosulullah SAW juga bersabda dalam sebuah hadits berbunyi :
عن ابن عباس قال : قال رسول الله صلعم : اقرب
الناس من درجة النبوة اهل العلم والجهاد
(اخرجه ابو نعيم)
Artinya :…. “dari ibnu abbas r.a Rosululloh saw telah bersabda;
manusia yang paling dekat kedudukannya dari derajat kenabian adalah ahlul ilmi
(guru) dan jihad…” (hadits dikeluarkan Abu Nuaim)[10]
Derajat atau
kedudukan tersebut, adalah kedudukan di dalam syurga di akhirat kelak.[11]
Dan guru dimaksud menurut Imam Ghazali adalah guru yang mengajarkan pengetahuan
dunia ataupun akhirat dengan tujuan akhirat.[12]
Berdasarkan penjelasan-penjelasan kedudukan guru tersebut, maka penulis dapat
memahami bahwa guru itu dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu guru yang
mengajarkan ilmu dunia, dan guru yang mengajarkan pengetahuan akherat yang pada
hakikatnya disebut sebagai orang alim atau ulama. Demikian juga jika dilihat
dari segi tujuan dalam mengajra, maka keduidukan yang diberikan kepada guru itu
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kedudukan dunia dan kedudukan akhirat.
Kedudukan guru
di dunia menurut penulis adalah kemulyaan seorang guru di hadapan manusia,
khususnya murid yang diajarkan. Sedangkan kedudukan di akhirat adalah kemuliaan
guru di dalamsyurga di akhirat kelak. Guru yang mengajar dengan tujuan dunia,
kemungkinan ia akan mendapatkan kedudukan dan kemuliyaan di hadapan manusia di
dunia ini, tetapi kedudukan akhirat dalam hal ini penulis belum menjumpai
keterangannya. Adapun guru yang mengajarkan ilmu, baik ilmu dunia ataupun ilmu
akhirat dengan tujuan akhirat, maka ia akan mendapatkan kedudukan dan
kehormatan di dunia dan mendapat kemulyaan di sisi Allah S.W.T di akhirat.
Mengenai
kedudukan guru yang dalam hal ini penulis maksudkan guru yang mengajarkan ilmu
dengan bertujuan akherat, banyak dijumpai keterangan-keterangan dalam kitab
yang maksudnya bahwa kedudukan beliau adalah sungguh mulia
5.
Peranan Guru
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, guru mempunyai peranan
penting baik terhadap sekolah maupun terhadap anak muridnya. Ia adalah orang
yang memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan, serta memberikan bimbingan
dan arahan kepada siswa utnuk menjadi orang yang berpendidikan, berikut ini
penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai peranan guru. Menurut Prof.H.M.
Arifin, bahwa guru disamping sebagai pengajar ia juga berperan sebagai
pembimbing, dan kita merupakan tangan pertama dalam membantu memecah kesulitan-kesulitan
siswa.[13]
Drs. Wahyudi juga mengatakan bahwa peranan guru dalam pendidikan sangant besar
nilainya, ia sebagai pendidik untuk membimbing siswa menjadi dewasa.[14]
Pendapat yang lain juga mengatakan bahwa guru dapat berperan membrei bantuan,
pengarahan, dan dorongan terhadap siswa untuk melaksanakan perkembangan
belajar.[15]
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas maka penulis mengambil
intisari bahwa peranan guru terhadap siswa penting sekali disamping ia sebagai
pengajar ia juga sebagai pendidik, pembimbing, pengarah dan pendorong dalam
usaha membantu memecahkan kesulitan-kesulitan terutama kesulitan-kesulitan
dalam belajar yang dialami siswa di lingkungan sekolah.
B.
Kesulitan Belajar Siswa
1.
Kesulitan belajar
Menurut H.M.
Alisuf sabri di dalam bukunya psikologi pendidikan bahwa “kesulitan belajar
adalah kesukaran siswa dalam menrima atau menyerap pelajaran di sekolah”[16]
kesulitan belajar siswa ini hamper disetiap sekolah ada baik di sekolah formal
maupun non formal, dari sekolah tingkat dasar, menengah hingga di perguruan
tinggi. Hal ini dapat terjadi karena adanya factor-faktor yang dapat
memperngaruhinya, sebagimana yang akan penulis jelaskan nanti.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar.
Menurut H.M. Alisuf sabri bahwa factor-faktor yang dapat
menyebabkan kesulitan belajar siswa dapat digolongkan menjadi dua bagian besar,
yaitu factor Internal dan Eksternal.[17]
Factor-faktor tersebut secara rinci disebutkan oleh Alisuf Sabri, sebagai
berikut :
a.
Rendahnya
kemampuan intelektual/ kecerdasan siswa
b.
Gangguan-gangguan
perasaan atau emosi
c.
Kurangnya
motivasi dalam belajar
d.
Kurangnya
kematangan untuk belajar.
e.
Latar
belakang sosial yang tidak menunjang
f.
Kebiasaan
belajar yang kurang baik
g.
Kemampuan
mengingat yang lemah/rendah
h.
Terganggunya
alat indera
i.
Proses
belajar mengajar yang tidak sesuai
j.
Tidak
ada dukungan dari lingkungan belajar.[18]
Dari penjelasan
tersebut, maka penulis dapat memahami bahwa factor-faktor yang dapat
menyebabkan kesulitan belajar siswa ada yang timbul dari luar diri siswa
(Eksternal). Factor internal seperti rendahnya kecerdasan siswa, gangguan
emosi/perasaan, kurang kematangan untuk belajar dan terganggunya indra dan
sebagainya. Adapun factor Eksternal adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan
proses belajar mengajar, seperti belajar yang tidak sesuai rendahnya mutu guru,
dan latar belakang sosial dan sebaginya.
3.
Gejala-gejala kesulitan belajar
Menurut Alisuf sabri, bahwa “gejala-gejala kesulitan belajar siswa
dapat muncul dalam bentuk prilaku siswa yang menyimpang dan dapat timbul dalam
bentuk menurunnya prestasi belajar siswa itu sendiri”.[19]
Prilaku siswa yang menyimpang tersebut dapat muncul dalam berbagai bentuk
seperti; suka mengganggu teman, sering membolos, sering termenung dan bentuk
prilaku yang lain yang menyimpang dari aturan agama Islam maupun aturan sekolah
tempat siswa belajar. Mekipun perilaku yang menyimpang adalah merupakan
indikasi adanya kesulitan belajar siswa, tetapi tidak semua prilaku siswa yang
menyimpang bisa disamakan dengan munculnya kesulitan belajar. Oleh karena itu
pengalaman guru sangat diperlukan untuk membedakan hal tersebut.
Gejala-gejala kesulitan belajar siswa yang jelas lagi adalah
menurunnya hasil prestasi belajar. Hal ini bisa dilihat dari rendahnya hasil
latihan, baik latihan di kelas maupun pekerjaan rumah dan menurunnya hasil
nilai ulangan harian/post test. Dengan rendahnya nilai-nilai yang dicapai
inilah yang dapat dijadikan inikator yang kuat tentang adanya kesulitan belajar
yang dihadapi oleh siswa.
4.
Bentuk-bentuk kesulitan belajar
Bentuk-bentuk kesulitan belajar yang dialami oleh siswa adalah
bermacam-macam yang berkaitan dengan faktor-faktor dan gejala-gejalanya. Hal
ini dijelaskan dengan pendapat Prof. H.M. Arifin yang mengatakan bahwa :
“kesulitan
belajar siswa dapat terjadi dalam bentuk sulitnya menyerap atau menerima
pelajaran disebabkan oleh karena latar belakang pribadi, sulitnya memusatkan
perhatian disebabkan oleh gangguan mental dan indra. Sulitnya menyesuaikan diri
dengan lingkungan belajar yang disebabkan latar belakang sikap sosial.[20]
Berdasarkan
penjelasan Professor Arifin tersebut, penulis dapat memahami bahwa
bentuk-bentuk kesulitan belajar yang dialami siswa dapat dikelompokkan menjadi
3, yaitu : Kesulitan menyerap atau menerima pelajaran yang disampaikan oleh
guru, kesulitan memusatkan perhatian pada pelajaran dan kesulitan menyesuaikan
diri dengan lingkungan belajar.
Kesulitan
belajar siswa tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, tetapi harus
segera dicarikan jalan untuk mengatasinya. Dalam hal ini peranan guru sangat
diperlukan untuk membantu siswa.
5.
Cara mengatasi kesulitan belajar.
Menurut M. Alisuf
Sabri bahwa “mengatasi kesulitan belajar siswa harus melalui cara mengadakan
diagnosis dan remedies, yaitu memeriksa gejala-gejala yang menyebabkan
kesulitan belajar siswa dan mengadakan perbaikan”.[21] Lebih
lanjut Alisuf sabri juga menguraikan langkah-langkah diagnosis kesulitan
belajar tersebut, yaitu :
1.
Mengidentifikasi adanya kesulitan belajar
2.
Menelaah/ menetapkan status siswa
3.
Memperkirakan sebab terjadinya kesulitan belajar
4.
Mengadakan perbaikan
a)
Mengidentifikasi adanya kesulitan belajar
Pada langkah
pertama ini guru agar mengidentifikasi adanya kesulitan belajar pada siswa,
tujuannya untuk menemukan di antara siswa yang mengalami kesulitan belajar,
adapun pedomannya, M. Alisuf Sabri mengemukakan :
“…guru dapat menggunakan hasil-hasil post tes dan catatan prilaku
siswa yang menyimpang selama dua atau tiga kali pertemuan. Siswa yang selama
periode tersebut memperoleh nilai-nilai hasil post tes yang rendah dan
perilakunya menyimpang, berarti mereka itulah tergolong siswa yang mengalami
kesulitan belajar…”.[22]
b)
Menelaah/
menetapkan status siswa
Pada
langkah-langkah kedua ini guru menelaah atau memeriksa setiap siswa yang
mengalami kesulitan belajar. Tujuannya untuk menetapkan jenis atau bentuk
kesulitan belajar yang dialami setiap siswa. Pada langkah kedua ini menurut H.
M. Alisuf Sabri :
“… Guru memeriksa hasil belajar siswa terhadap materi pelajaran
yang telah disampaikannya, kemudian menetapkan bagian-bagian mana atau hal-hal
apa saja yang sulit dikuasai oleh masing-masing siswa. Selain itu guru juga
menetapkan bentuk kesulitan mereka dalam proses belajarnya, apakah sumber
kesulitan itu terjadi pada waktu menerima atau pada waktu menyerap pelajaran…”.[23]
Dari hasil pemerikasaan pada langkah kedua ini setiap siswa yang
mengalami kesulitan belajar dapat dipastikan jenis dan kesulitan mereka dalam
belajar.
c)
Memperkirakan sebab terjadinya kesulitan belajar
Setelah jelas jenis atau bentuk kesulitan belajar siswa, maka pada
langkah ketiga ini guru harus berupaya untuk memperkirakan sebab timbulnya
kesulitan belajar yang dialami oleh siswa tersebut, tujuannya untuk mentapkan
tehnik pemberian bantuan mengatasi kesulitan belajar tersebut sesuai dengan
corak kesulitan yang dihadapi siswa. Adapun langkah yang dilkukan guru pada
tahap ketiga ini, Alisuf Sabri mengatakan :
“… dengan menggunakan alat diagnostic kesulitan belajar, alat
tersebut dapat berupa test diagnostic dan tes-tes untuk mengukur kemampuan
siswa yang berkaitan erat dengan proses belajar seperti kemampuan intelegensi,
kamampuan mengingat, kemampuan alat indra dan sebaginya”.[24]
Berdasarkan
informasi dari hasil tes tersebut dapat ditetapkan penyebab kesulitan belajar
yang dihadapi oleh setiap siswa, apakah alat indranya yang kurang baik,
ingatannya lemah, kurang motivasi, atau kurang matang untuk belajar, Karen
kurang menguasai konsep dasar yang dipelajari dan sebagainya.
d)
Mengadakan perbaikan
Dengan
mengetahi sebab kesulitan yang dihadapi oleh setiap siswa maka selanjutnya guru
dapat bertindak untuk mengadakan perbaikan guna mengatasi kesulitan yang
dialami oleh mereka dengan disesuaikan sebab-sebabnya. Untuk memberikan bantuan
kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar, guru dapat melakukan melalui
beberapa tehnik, sebaimana dikatakan Prof Arifin berikut ini.
1)
Remedial
Teaching : memberikan pelajaran tambahan berupa kursus-kursus (privat less) dan
cara lain tentang bidang studi yang lemah
2)
Member
penyuluhan (Konseling) kepada siswa yang bersangkutan tentang hal-hal yang
menghambat belajar mereka, misalnya menyangkut sikap, minat dan perhatian pada
bidang studi yang kurang menggairahkan kepadanya.
3)
Melakukan
bimbingan kelompok terhadap siswa yang dihambat oleh sikap sosialnya yang
kurang menyesuaikan diri dalam pergaulan, seperti egoismenya tinggi, takut
bergaul, rasa rendah diri, dan sebagainya.
4)
Melakukan
pelimpahan (reforal) kepada para ahli lain di bidangnya misalnya, gangguan
perasaan, sakit saraf dan sebaginya”.[25]
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan tersebut penulis dapat memahami bahwa, cara mengatasi
kesulitan belajar yang dialami siswa adalah disesuaikan dengan jenis sifa,
corak dan latar belakang eksulitan tersebut. Misalnya jika kesulitan belajar
disebabkan oleh latar belakang pribadi hendaknya diberikan penyuluhan
(Konseling). Jika penyebab kesulitan tersebut karena gangguan mental atau
kesehatan fisik lemah dan sebagainya, maka dilimpahkan kepada dokter ahli. Jika
kesulitan tersebut disebabkan sikap sosial, maka diberi bimbingan kelompok
(Group Guidance) agar dapat bersikap sosial, seperti diikiutkan kepanitiaan
dalam suatu kegiatan, belajar kelompok dan sebagainya.
Hal ini dapat dilakukan dengan melalui pendekatan psikologis
didaktis, yaitu siswa yang akan memperbaiki sudah menyadari factor
kesulitan/kekurangan mereka, dan merekapun menyadari bahwa kesulitan itu dapat
diatasi. Jika kondisi keseulitan tersebut karena perilaku siswa yang
menyimpang, maka guru memberikan bimbingan untuk memperbaikinya lebih khusus. Perilaku
tersebut harus segera ditinggalkan, sebab pada hakikatnya yang menyimpang itu
adalah ma’siat dan bisa menimbulkan dosa. Dalam pandangan Islam, hakikat ilmu
itu berasal dari Allah swt. Sedangkan proses memperolehnya dilakukan melalui
belajar kepada guru. Karena ilmu itu dari Allah S.W.T, maka membawa konsekwensi
penting anak didik mendekatkan diri kepada Allah S.W.T dan sedapat mungkin ia
menjauhi perilaku ma’siat yang tidak disukai Allah S.W.T. jadi seorang pelajar
sangat diperlukan kesucian jiwa, karena itu ia sedang mengharapkan ilmu yang
merupakan anugrah Allah S.W.T. hal ini dapat difahami dari perkataan imam
syafii ebagai berikut :
شكوت
الى وكيع سؤ حفظى فاءرشدنى الى ترك المعا
ص
فاءن
الحفظ فضل من اله وفضل الله لا يعطى
لعاص
Artinya : “… Aku mengadu masalahku kepada guruku bernama waqi’
karena kesulitan dalam mendapatkan ilmu. Guruku itu menasihatiku agar menjauhi
perbuatan ma’siat, ia juga mengatakan bahwa ilmu itu cahaya dan cahaya Allah
itu tidak akan diberikan kepada orang yang melakukan ma’siat…”.[26]
Selain siswa
harus meninggalkan perbuatan ma’siat, ia juga harus meninggalkan perbuatan yang
tidak disukai guru, dan sebaliknya siswa harus selalu berbuat yang tidak
medapatkan ridho guru serta mengikuti petunjuk-petunjuknya.
[1]
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta,1984, Hal. 735
[2]
Suyoto, Indra trisna dkk, Kamus Inggris-Indonesia, Karya Ilmu, Surabaya.
1990 hal. 150
[3]
Ahmad warson munawwir, Kamus Arab Indonesia, Pustaka Progresif, Surabaya,1984,
hal. 967
[4]
Jalaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, Tanpa tahun, hal.
62
[5]
Ibid, hal. 63
[6]
H.M. Arifin, Bimbingan dan Konseling, Departemen Agama RI, Ditjen
Binbaga, Jakarta, 1995, hal. 75
[7]
Jalaludin dan Usman said, Opcit, Hal. 63
[8] Jalaludin dan Usman Said, Opcit, hal.
71
[9]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Hadits dan terjemahnya, proyek pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an,
Jakarta, 1979, hal. 911
[10]
Imam Ghozali, Ihya Ulumudin Jus 1, Bairut, hal. 13
[11]
Bisri Mustofa, Al-Ibris Tafsir Al-Qur’anul Aziz Juz 28, menara Kudus,
tanpa tahun, hal. 2019
[12] Imam
Ghozali, Opcit. Hal. 55
[13] M. Arifin, Bimbingan dan
Konseling, Departemen Agama RI, Jakarta, 1995. hal. 74
[14] Wayudi, Pengantar
Metodologi Pengajaran, purnama,
Jakarta, 1986, hal. 7
[15] Departemen P&K, Bahan
Penataran P4 Bagi Siswa, Dirjen Depdikbud, Jakarta, 1986. hal.16
[16] H.M.Alisur sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta, 1995 hal.
88
[17] Ibid, hal 89
[18] Ibid, hal. 90
[19] Ibid, hgal. 89
[20] H.M. Arifin,Opcit. Hal. 213
[21] H.M Alisuf Sabri, Opcit. Hal. 90
[22] M. Alisuf Sabri, Opcit, hal. 91
[23] Locit.
[24] H.M. Alisuf Sabri, Opcit, hal 92
[25] H.M. Arifin, Opcit hal. 214
[26] Syekh Imam Az-Zarnuji, Ta’limul Muta’alim, maktabah,
Al-Hidayah, Surabaya, Tanpa tahun, hal. 16
No comments:
Post a Comment