CONTINUITY OF CARE TERHADAP NY. D
DI BPM S PEKALONGAN
LAMPUNG TIMUR
Oleh :
PUTRI RAHAYU
NIM: 052401S13069
LAPORAN TUGAS AKHIR
AKADEMI KEBIDANAN PATRIOT
BANGSA HUSADA
TAHUN 2016
CONTINUITY OF CARE TERHADAP NY. D
DI BPM S PEKALONGAN
LAMPUNG TIMUR
Diajukan sebagai
Salah Satu Syarat Menyelesaikan
Pendidikan pada
Program Studi Diploma III
Akademi Kebidanan Patriot Bangsa
Oleh :
PUTRI RAHAYU
NIM: 052401S13069
LAPORAN TUGAS AKHIR
AKADEMI KEBIDANAN PATRIOT
BANGSA HUSADA
TAHUN 2016
BIODATA PENULIS
Identitas penulis
1.
Nama
:
Putri Rahayu
2.
NIM : 052401S13069
3.
Tempat
/tanggal lahir : Metro,04 0ktober 1994
4.
Agama
: Islam
5.
Jenis
kelamin : Perempuan
6.
Status
mahasiswa : Mahasiswa
7.
Alamat
: Jalan
Dr.sutomo no.
104 metro
Pusat
Riwayat Pendidikan
1.
TK
(1999-2000) : TK LKMD Metro pusat
2.
SD
(2000-2006) : SDN 10 Metro pusat
3.
SMP (2007-2009) : SMP N 8 Metro utara
4.
SMA (2010-2012) : SMA N 5 Metro
5.
DIII (2013-2016) : Akademi Kebidanan
Patriot
Bangsa
Husada
LEMBAR PERSETUJUAN
PEMBIMBING
Laporan tugas akhir ini telah disetujui untuk diujikan pada
Uji laporan tugas akhir
Tangal, Juni 2016
OLEH :
Pembimbing I
(SRI NOWO RETNO S.ST, M.Kes)
NIP. 024040501007
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan tugas akhir ini telah diuji oleh tim penguji dan dipertahankan
dihadapan tim penguji dan dinyatakan lulus
pada tanggal
Juli 2016
MENGESAHKAN
Pembimbing
Sri Nowo Retno S.ST, M.Kes
NIK.024040501007
Penguji
Leni
Juwita Sari S.S T
NIK.024040501024
Mengetahui
Direktur
Koordinator
Wardiana, S.Si.T.,M.M.kes Hj.
Supriatiningsih, AK.,M.kes
NIK. 024040501002 NIK. 024040501003
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Studi Kasus yang
berjudul “ Continuity Of Care terhadap Ny. D Di BPM S Pekalongan Lampung Timur Tahun 2016” yang diajukan guna memenuhi salah satu tugas pada
Program Studi Diploma III Kebidanan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Studi
Kasus ini tidak lepas dari dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.
Wardiana,S.Si.T,.M.Kes,
Selaku Direktur Akademi Kebidanan Patriot Bangsa Husada.
2.
Sri Nowo Retno S.ST,.M.Kes,selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
penyusunan Studi Kasus ini.
3.
Sulistiawati, Amd keb, selaku Bidan Di
BPM yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan Studi Kasus.
4.
Seluruh Dosen Dan Staf Diploma
III Kebidanan Patriot Bangsa Husada yang telah membekali ilmu kepada penulis yang sangat bermanfaat.
5.
Ny. D beserta keluarga yang memberikan kepercayaan
dan bersedia menjadi klien.
6.
Terimakasih
untuk “Bapak, Emak” dan keluarga yang selalu setia menyemangti dan mendampingi,
untuk sahabat saya “ Hutami Eka Pratiwi,
Desy Ulfa Septiana, Hafi Dita KLA, Tiara Wulandari ” yang selalu memberikan
dukunganya, untuk teman hidup “Richo
Suryanto” yang telah memberikan semangat dan semua kasih sayangnnya, untuk seluruh rekan
saya ucapakan bamyak terimakasih, semoga Allah
SWT memberikan kebahagiaan bagi kita semua di dunia dan
akhirat.
7.
Terimakasih
untuk Teman-teman seperjuangan “C2” dan Angkatan X atas partisipasinya selama ini juga patner LTA “Megot
& Dede Ana” dan pihak-pihak yang terkait
yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dalam menyusun
Laporan Studi Kasus ini. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah diberikan
dan semoga karya tulis ilmiah ini berguna bagi semua pihak yang dimanfaatkan.
Pekalongan,
Juni 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Angka kematian ibu dan bayi merupakan tolak ukur
dalam menilai derajat kesehatan suatu bangsa, oleh karena itu pemerintah sangat
menekankan untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi melalui program-program
kesehatan terutama pada asuhan antenatal dari tenaga kesehatan (Sulistyawati,
2011).
Salah satu cara untuk meningkatkan mutu
pelayanan kebidanan adalah dengan cara memberikan asuhan kebidanan secara Continuity of care. Dimana Continuity of care Care adalah Jenis
penelitian yang digunakan adalah
observasi/pengamatan dengan rancangan (Heni, 2011).
Menurut laporan WHO tahun 2014 Angka Kematian
Ibu (AKI) di dunia mencapai 289.000 jiwa. Dan jumlah di Asia Tenggara adalah 16.000
jiwa. Dimana Angka kematian ibu di negara-negara Asia
Tenggara khususnya Indonesia 214 per 100.000 kelahiran hidup.
Pada tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup dimana keadaan ini meningkat
sekitar 57% jika dibandingkan pada tahun 2007 dimana AKI hanya sebesar 228 per
100.000 kelahiran hidup. Dan Angka Kematian Bayi (AKB)
menunjukkan angka yang masih tinggi yaitu 32 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini tentu bertentangan dengan target pemerintah yang akan menurunkan
AKI hingga 102 per 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target MDGs (SDKI, 2012).
Penyebab utama AKI dan AKB di
Indonesia adalah pada masa kehamilan
yang disebabkan oleh adanya trias klasika yaitu perdarahan, eklampsia, dan
infeksi. Dimana persentasenya yaitu 40,23% pada perdarahan, 59,33% eklampsia,
4,2% infeksi, dan 75,42% oleh penyebab lainya. Hal ini dikarenakan masih
kurangnya pelayanan antenatal care pada masa kunjungan masa hamil (Profil
Kesehatan Indonesia, 2014).
Pada tahun 2014 di Kabupaten Lampung kasus AKI
dilaporkan ada 13 kasus (60 per 100.000 KH), terjadi penurunan yang signifikan
dibandingkan tahun 2013 yaitu 19 kasus (73 per 100.000 KH). Jika dilihat berdasarkan penyebab, penyebab langsung kematian ibu
berdasarkan hypertensi dalam kehamilan pada tahun 2014 mengalami penurunan.
Penyebab kematian ibu lebih banyak disebabkan karena penyakit jantung dan
penyakit kronis lainnya sebagai penyebab tidak langsung. Upaya yang dilakukan
untuk menurunkan kematian ibu yang dilaksanakan di kabupaten lampung timur pada
tahun 2014 adalah Audit Maternal Neonatal (Dinkes lamtim, 2014).
Upaya kesehatan masyarakat di Indonesia
khususnya kesehatan ibu dan anak pada tahun 2014 dapat dilihat dari data nasional cakupan ibu hamil, sampai
KB. Dimana cakupan kunjungan ibu hamil terbagi 2 yaitu kunjungan pertama (K1)
dan kunjungan akhir (K4). Cakupan K1 pada ibu hamil mencapai 97,86% dan K4
mencapai 89,33% dari target 90%, cakupan pertolongan persalinan oleh nakes (PN)
mencapai 91,36% dari target 90%, dan cakupan nifas mencapai 89,02 % dari target
90 %, serta cakupan peserta KB aktif mencapai 74,87% (Kemenkes, 2014).
Berdasarkan profil provinsi Lampung tahun 2014, cakupan kunjungan pertama
(K1) di Provinsi Lampung pada tahun
2014 mencapai 95,78% dari target sebesar 95% dan cakupan K4 mencapai 89,62%
dari target 90%. Cakupan persalinan oleh nakes adalah 86,17%, sedangkan cakupan
kunjungan nifas mencapai 89,02% dan mengalami peningkatan dari tahun 2013 yaitu
86,64% dari target 90%, serta cakupan KB aktif mencapai 76,75% ( profil
kesehatan lampung, 2014 ).
Cakupan kunjungan K1 dan K4 pada tahun 2014
mencapai 95,78% dan 89,62% dari
target 90%. Cakupan pertolongan persalinan oleh nakes 85,64%. Dan cakupan kunjungan nifas pertama (KF1) pada tahun 2013
belum mencapai target
hanya sebesar 85,61% dari target yang harus dicapai 95% dan kunjungan nifas ketiga (KF3) mencapai 85,26% dari target 91%.
Serta cakupan pelayanan KB aktif pada wanita usia subur mencapai 72,4% (Profil Kesehatan Kabupaten Lampung Timur 2014).
Berdasarkan data di Puskesmas Pekalongan Lampung Timur Tahun 2015 Cakupan K1 target 100% kesenjngan 0,2 %
karena minimnya pengetahuan ibu tentng kesehatan atau pemeriksaan kehamilan
muda, sedangkan K4 target 95% pencapaian 96,1 %. Cakupan persalinan target 90%
pencapaian 91,6%. Dan cakupan untuk kunjungan nifas pertama (KF1) di puskesmas
Pekalongan target yaitu 90% pencapaian 91,6%. Serta cakupan
peserta KB aktif target 80% dan
pencapaian 77,6% kesenjangam 2,4% dikarenakan minimnya pengetahuan tentang KB. (Laporan Unit KIA
Puskesmas Pekalongan Tahun 2015).
Berdasarkan data di lahan
praktik di BPM S Pekalongan Lampung
Timur pada tahun 2015 sasaran ibu hamil sebanyak Sedangkan jumlah kunjungan ibu hami K1-K4 di BPM “S” dari 10 ibu hamil T3
yang mengalami keputihan ada 3 dengan
presentase 30 % dan untuk ibu hamil T1 –T2 berjumlah 32 ibu hamil semua
melakukan kunjugan rutin yaitu 100 %. Dan untuk 10 ibu hamil T3 yang mengalami
persalinan normal ada 4 dengan presentase 40 % Dan cakupan
Pasangan Usia Subur (PUS) pengguna KB aktif sebanyak 64 (Laporan BPM S).
Apabila asuhan antenatal care tidak dilakukan sedini mungkin akan berdampak
pada masa kehamilan yaitu terlambatnya mendeteksi adanya tanda bahaya atau
komplikasi pada masa kehamilan seperti perdarahan, eklampsi, dan infeksi
sehingga berakibat semakin tingginya angka kematian ibu dan bayi (Dinkes
Lampung, 2014).
Selain itu juga,
ada beberapa hal seperti kondisi geografis yang sulit terjangkau, kurangnya
jumlah tenaga kesehatan, dan sulitnya akses ke fasilitas kesehatan, rendahya
kualitas pelayanan, serta kurangnya kemitraan antara bidan dan dukun di daerah
sekitarnya, yang dapat menyebabkan cakupan persalinan oleh Nakes masih belum
mencapai target. Dimana akan berdampak pada pertolongan
persalinan non kesehatan yang akan membahayakan ibu dan janin meliputi : persalinan lama dan terlantar yang dapat mengakibatkan
perdarahan dengan berbagai sebab, rupture uteri, robekan jalan lahir dan
infeksi karena persalinan kurang bersih dan aman (Profil Kesehatan Provinsi Lampung, tahun 2014).
Menurut profil
provinsi Lampung tahun 2014 kunjungan nifas harus dilakukan agar ibu dapat
terlindungi dari dampak dan penyebab yang dapat menyebakan terjadinya
kemungkinan resiko pada masa nifas seperti perdarahan dan infeksi. Dimana
kunjungan nifas dilakukan oleh Nakes disamping untuk memeriksa kesehatan ibu
dan anak juga untuk mendukung ibu dalam
mengikuti program KB pasca persalinan sehingga resiko tinggi akibat jarak anak
yang terlalu dekat dapat dihindari.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam mendukung program KB adalah
menghindari beberapa kondisi seperti 4 T : terlalu muda melahirkan (di bawah
usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan
terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Dimana
akan berdampak meningkatnya jumlah penduduk dengan kelahiran 5.000.000 per
tahun yang sedang dihadapi di negara maju dan berkembang seperti indonesia
(Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014).
Berdasarkan masalah diatas, penulis
tertarik untuk melakukan asuhan kebidanan secara continuity of care terhadap Ny. D di BPM
S di P
ekalongan sesuai dengan standar yang ditetapkan, agar
mampu menciptakan pelayanan yang optimal.
Diharapkan dengan dilkukannya asuhan kebidanan yang
berkualitas mampu meningkatkan peranan masyarakat dalam mendeteksi secara dini
ibu hmil dengan resiko tinggi agar setiap ibu mampu berikhtiar dan memiliki
motivasi dari dalam diri ibu sendiri untuk melalui setiap proses dengan dirinya
dengan normal, aman, dan nyaman. Sehingga kasus kesakitan dan kematian ibu
hamil dapat ditekan dengan baik dan dapat menggambarkan peran serta dan
keterlibatan masyarakat dalam mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu hamil,
bersalin, nifas dan KB.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara
melakukan pengkajian asuhan kebidanan secara
continuity of care pada masa kehamilan,
persalinan, nifas, dan KB terhadap Ny. D di BPM S.
2. Bagaimana cara
membuat diagnosa kebidanan secara continuity
of care pada
masa kehamilan, persalinan, nifas, dan KB terhadap terhadap Ny. D di BPM S setelah dilakukan pengkajian.
3. Bagaimana
rencana pelaksanaan dalam melakukan asuhan kebidanan secara continuity of care pada masa kehamilan,
persalinan, nifas, dan KB terhadap Ny. D di BPM S setelah dilakukan pengkajian.
4. Bagaimana cara
melakukan dokumentasi dari asuhan kebidanan secara continuity of care pada masa kehamilan, persalinan, nifas, dan KB
terhadap Ny. D di BPM S.
C.
Tujuan Penyusunan LTA
1.
Tujuan
Umum
Untuk menerapkan asuhan kebidanan secara continuity
of care pada
masa kehamilan, persalinan, nifas, dan KB. terhadap terhadap Ny. D di BPM S.
2.
Tujuan
khusus
a. Melakukan pengkajian asuhan kebidanan secara continuity
of care pada
masa kehamilan, persalinan, nifas, dan KB terhadap Ny. D di BPM
S.
b. Membuat diagnosa kebidanan secara continuity of care pada masa kehamilan, persalinan, nifas, dan KB sesuai dengan nomenklatur terhadap Ny. D di BPM S.
c. Melaksanakan asuhan kebidanan secara continuity of care pada masa kehamilan, persalinan, nifas, dan KB
terhadap Ny. D di BPM S.
d. Melakukan
dokumentasi dari asuhan kebidanan secara continuity of care pada masa kehamilan,
persalinan, nifas, dan KB terhadap Ny. D di BPM S dengan metode SOAP Varney.
D.
Ruang
Lingkup
1.
Sasaran
Sasaran asuhan kebidanan
ditujukan kepada Ny. D dengan status
obstetri G1P0A0 kehamilan trimester III sebanyak 3 kali, Asuhan Ibu
Bersalin sebanyak 1 kali, Asuhan Nifas sebanyak 4 kali, dan Asuhan Akseptor KB
sebanyak 2 kali.
2.
Tempat
Laporan Tugas Akhir ini disusun
dengan mengambil tempat di BPM S di Desa Adirejo
Pekalongan, Kabupaten
Lampung Timur.
3.
Waktu
Waktu yang digunakan
dalam pelaksanaan Continuity of Care
mulai:
a.
Kehamilan: tanggal
04 April 2016 – 27 April 2016
b.
Persalinan : tanggal 018 Mei 2016
c.
Nifas : tanggal 18 Mei 2016 – 03 Juni 2016
d.
KB : tanggal 03 Juni 2016
E.
Manfaat
1. Bagi BPM S.
Sebagai pedoman sekaligus masukan untuk
lebih meningkatkan mutu pelayanan asuhan kebidanan secara continuity of care pada masa kehamilan,
persalinan, nifas, dan KB.
2. Bagi Institusi Pendidikan Akademi Kebidanan Patriot Bangsa
Husada Manfaat bagi institusi sebagai referensi serta sumber bacaan di
perpustakaan institusi pendidikan.
3. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman untuk
penerapan ilmu pengetahuan dan keterampilan mengenai asuhan kebidanan secara continuity of care pada masa kehamilan, persalinan, nifas, dan KB.
4.
Bagi Klien
Asuhan Ny. D.
Sebagai informasi
dan motivasi bagi klien, bahwa perhatian pemeriksaan dan pemantauan
kesehatansangat penting khususnya Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil, Bersalin,
Nifas, Bayi Baru Lahir dan KB.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
PERSALINAN
1.
Definisi
Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran
hasil konsepsi (janin atau plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di
luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau
tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, 2010). Menurut ( JNPKN-KR, 2008) Persalinan adalah
proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Sedangkan menurut ( varney, 2007) Persalinan
adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi dari
ibu. Proses ini dimulai dari kontraksi persalinan yang sejati, yaitu perubahan
progresif pada serviks, dan diakhiri dengan pelahiran plasenta. Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi pada ibu maupun pada
janin. (Saifuddin, 2009:100).
Tujuan asuhan persalinan normal adalah
untuk menjaga kelangsungan hidup dan meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi.
Walaupun dengan intervensi yang minimal, namun upaya yang terintegrasi dan
lengkap tetap harus dijaga agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan optimal
(Sulistyawati, 2012).
Persalinan dibagi menjadi 4 kala yaitu
:
a.
Kala I
Menurut (Sulistyawati 2012), Kala I adalah kala
pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap). Proses
ini terbagi menjadi dua fase, yaitu fase laten (8 jam) dimana serviks membuka
sampai 0-3cm
dan fase aktif (7 jam) dimana serviks
membuka dari 3-10 cm Lamanya kala 1 untuk primigravida berlangsung 12 jam
sedangkan pada multigravida sekitar 8 jam. Inpartu (partus mulai)
ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah (bloody show), karena serviks
membuka dan mendatar sampai pembukaan lengkap (10 cm).
Kala pembukaan dibagi 2
fase :
1)
Fase laten
: pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai pembukaan 3 cm berlangsung 7-8
jam.
2)
Fase aktif
: berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 subfase :
a)
Akselerasi
: berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.
b)
Dilatasi
maksimal (steady) : selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
c)
Deselerasi
: berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap.
Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 13-14 jam
sedangkan multigravida sekitar 6-7 jam. (Mochtar, 1998: 94).Namun, literature
lain menambahkan bahwa pada multigravida kala I terjadi 5,6 jam dan dalam
kenyataannya bisa terjadi hingga 13,8 jam (Fraser, 2009). Menurut kurva
Friedman, pembukaan pada primigravida 1 cm/jam dan pembukaan pada multigravida
2 cm/jam. (Manuaba, 2010: 165).
b.
Kala II
Kala II persalinan
dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan berakhir ketika janin sudah lahir.
Kala II persalinan disebut juga sebagai stadium ekspulsi janin
(Prawirohardjo,2009). Kala II adalah pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan
lengkap. sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada
primigravida dan 1 jam pada multigravida. (Sulistyawati, 2012)
Mekanisme persalinan
normal :
Gerakkan-gerakkan
pokok pada persalinan yaitu: engagement, desensus (penurunan kepala), fleksi,
rotasi interna (putar paksi dalam), ekstensi, rotasi eksterna (putar paksi
luar), dan ekspulsi.
1)
Engagement
Engagement adalah dimana diameter biparietal
- diameter transversal terbesar kepala janin pada presentasi oksiput melewati
pintu atas panggul.
Pada ibu multipara,
tonus otot biasanya lebih lemah dan dengan demikian, engagement tidak terjadi
hingga persalinan benar – benar dimulai. Sedangkan pada primipara pada usia
kehamilan 36 minggu kepala harus sudah engagement.
Asinklitismus
Sutura sagitalis seringkali mengalami
defleksi posterior ke arah promontorium atau defleksi anterior ke arah
simfisis. Defleksi lateral kepala seperti itu ke posisi lebih anterior atau
posterior di dalam panggul tersebut disebut dengan asinklitismus. Jika sutura
sagitalis mendekati promontorium sakrum, akan lebih banyak bagian dari tulang
parietal anterior yang teraba, kondisi ini disebut asinklitismus anterior.Tetapi bila sutura sagitalis terletak
simfisis, lebih banyak tulang parietal posterior yang teraba, disebut asinklitismus posterior.
2)
Fleksi
Pada gerakkan ini, dagu mendekat ke dada janin, dan
diameter SOB (9,5 cm) yang lebih pendek menggantikan diameter oksipitofrontalis
(12 cm). Hal tersebut bertujuan untuk dapat melewati ukuran pintu tengah
panggul yaitu distancia interspinarum yang berukuran 10 cm.
3)
Rotasi Interna
(putar paksi dalam)
Rotasi interna
adalah pemutaran bagian depan sehingga bagian terendah dari bagian depan
memutar ke bawah simfisis.
Pada presentasi
belakang kepala, ubun – ubun kecil akan memutar ke depan yaitu ke bawah
simfisis. Sebab – sebab terjadinya rotasi interna:
a)
Adanya
dorongan dari tenaga ibu
b)
Ukuran
terbesar dari PTP ialah diameter anteroposterior
c)
Bagian
terendah janin mendapat tahanan dari muskulus levator ani
d)
Adanya
sendi leher janin
e)
Ekstensi
Setelah rotasi interna, kepala yang telah
terfleksi maksimal mencapai vulva, kepala ini akan mengalami ekstensi yang
esensial untuk kelahiran. Kepala dilahirkan melalui ekstensi lebih lanjut
ketika oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut, dan akhirnya dagu berhasil
melewati tepi anterior perineum.Segera setelah seluruh kepala lahir,kepala
jatuh ke bawah sehingga dagu terletak di atas daerah anus ibu.
4)
Rotasi Eksterna
Kepala yang sudah dilahirkan selanjutnya
mengalami pemulihan. Jika oksiput pada mulanya mengarah ke arah kiri, maka
bagian ini akan berotasi ke arah tuber ichidika kiri, begitu pula sebaliknya.
Hal tersebut diakibatkan karena ukuran bahu (diameter biakrominal) terletak di
pada diameter antero posterior dari PBP.
5)
Ekspulsi
Setelah rotasi eksterna, bahu depan akan
tampak di bawah simfisis pubis, dan perineum segera teregang oleh bahu. Bahu
depan di bawa ke bawah untuk melahirkan bahu depan, lalu bawa ke atas untuk
melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu tersebut lahir, sisa badan bayi
akan segera terdorong ke luar. (Cunningham, 2006:329).
c.
Kala III
Kala III persalinan
disebut juga sebagai stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta.
(Prawirohardjo,2009). Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya
plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. (Prawirohardjo, 2009).
Dengan lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta pada lapisan
Nitabusch, Karena sifat retraksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat
diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda uterus menjadi bundar, uterus
terdorong ke atas karna plasenta dilepas ke segmen bawah rahim, tali pusat
bertambah panjang , terjadi perdarahan (Manuaba,2010).
Berikut merupakan fase-fase dalam
kala III:
1) Fase Pelepasan
Plasenta
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5
menit sampai 10 menit dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada
lapisan Nitabusch, karena sifat
retraksi otot rahim.
Cara pelepasan
plasenta
a)
Schultze
Pelepasan dimulai dari bagian tengah plasenta, sehingga
plasenta lahir diikuti oleh pengeluaran darah.
b)
Duncan
Pelepasan plasenta mulai dari pinggir plasenta sehingga
terjadi perdarahan dan diikuti oleh pelepasan plasenta.
Manajemen Aktif Kala III
Merupakan penatalaksanaan aktif pada kala III
(pengeluaran aktif plasenta), yang bertujuan untuk:
a)
Mempercepat
kelahiran plasenta.
b)
Mengurangi
jumlah kehilangan darah.
c)
Mengurangi
kejadian retensio plasenta
Manajemen
aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama :
a)
Pemberian
oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
b)
Melakukan
peregangan tali pusat terkendali (PTT)
c)
Massase
fundus uteri (JNPK-KR, 2008)
d.
Kala IV
Kala IV mulai dari
lahirnya plasenta selama 1-2 ja. Pada kala IV dilakukan observasi terhadap
perdarahan pascapersalinan, paling sering terjadi pada 2 jam pertama
(Sulistyawati, 2012). Observasi yang dilakukan meliputi tingkat kesadaran
pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah, nadi, dan pernafasan, kontraksi
uterus, terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya
tidak melebihi 400-500 cc (Manuaba, 2010).
Rencana
penatalaksanaan untuk Kala IV Persalinan:
Memeriksa kontraksi pada fundus dan tinggi fundus
uterus. Jika kontraksi tidak kuat, masase uterus sampai menjadi keras. Apabila
uterus berkontraksi, otot uterus akan menjepit pembuluh darah untuk
menghentikan perdarahan.
1)
Memeriksa
kelengkapan plasenta dan selaput ketuban dan memastikan tidak ada bagian yang
tertinggal di dalam uterus.
2)
Memeriksa
luka robekan pada perineum dan vagina yang membutuhkan jahitan, jika terdapat
episiotomy
3)
Memperkirakan
jumlah darah yang keluar. Bila perdarahan lebih dari 500 cc, ini sudah dianggap
abnormal dan harus dicari sebab-sebabnya.
4)
Memastikan
kandung kemih tidak penuh, karena dapat mendorong uterus ke atas dan
menghalangi uterus berkontraksi sepenuhnya.
5)
Melakukan
pencegahan infeksi yaitu dengan dekontaminasi alat, tempat tidur, dan matras
dengan klorin 0,5 % serta membersihkan ibu dengan air DTT.
6)
Mengajarkan
ibu dan keluarganya cara menilai kontraksi, melakukan masase uterus jika
kontraksi lembek, serta mengenali tanda bahaya kala IV.
7)
Memantau
tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kontraksi uterus, kandung kemih dan darah
yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua, serta
temperature ibu setiap jam selama dua jam pasca persalinan. Jika ada temuan
yang tidak normal, tingkatkan rekuensi observasi dan penilaian kondisi
ibu.(JNPK-KR, 2008)
Tanda
Bahaya Kala IV
Selama kala IV, bidan harus mengajarkan pada ibu dan
keluarga untuk mencari pertolongan jika terdapat tanda bahaya sebagai berikut:
1)
Demam
2)
Perdarahan
aktif
3)
Keluar bekuan
darah banyak
4)
Bau busuk
dari vagina
5)
Pusing
6)
Lemas luar
biasa
7)
Kesulitan
dalam menyusui bayinya
8)
Nyeri
panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa. (JNPK-KR,
2008)
2.
Jenis-Jenis
Persalinan
Berdasarkan
cara persalinan, yaitu:
a.
Persalinan spontan
Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan
melalui jalan lahir.
b. Persalinan
buatan
Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar, misalnya dengan
ekstraksi forceps, ekstraksi vacuum, dan section cesarea.
c. Persalinan
Anjuran
Bila
kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan
rangsangan, misalnya dengan tindakan pemecahan ketuban, atau pemberian pitocin
prostaglandin.
Berdasarkan umur kehamilan, yaitu:
a. Abortus
Adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan
dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau usia kehamilan kurang dari 28
minggu. (Manuaba, 2010)
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin mencapai berat 500
gram atau umur kehamilan yang kurang dari 20 minggu. (Farid Husin, 2013:72)
b. Persalinan
prematuritas
Persalinan sebelum usia kehamilan 28-36 minggu, berat janin kurang dari
2499 gram. (Manuaba, 2010)
c. Persalinan
aterm
Merupakan
persalinan pada kehamilan 37-42 minggu, dengan berat janin 2.500 gram atau lebih.
d. Persalinan
serotinus
Persalinan
melampaui umur hamil 42 minggu, pada janin terdapat tanda postmaturitas.
(Manuaba, 2010)
3.
Sebab-Sebab
Terjadinya Persalinan
Beberapa
teori yang kemungkinan menyebabkan terjadinya proses persalinan:
a.
Teori keregangan : otot rahim
mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas
tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
b.
Teori penurunan progesteron : 1-2
minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan
progesteron. Progesteron sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar
progesteron turun.
c.
Teori oksitosin internal : dengan menurunnya
konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan
aktivitas, sehingga persalinan dapat dimulai.
d.
Teori Prostaglandin : konsentrasi prostaglandin meningkat sejak
umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Prostaglandin dianggap
dapat memicu terjadinya persalinan.
e.
Teori hipotalamus-pituitari dan
glandula suprarenalis : teori menunjukkan bahwa pada kehamilan anensefalus
sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus.
(Manuaba, 2010: 168)
4.
Tanda
- Tanda Persalinan
Tanda-tanda persalinan adalah:
a. Terjadinya his persalinan:
b. Pinggang terasa sakit, yang menjalar ke depan
c. Sifatnya teratur, intervalnya makin pendek dan
kekuatannya makin besar
d. Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan uterus
e. Makin beraktifitas (jalan), kekuatan makin
bertambah
f. Keluar lendir yang bercampur darah (show) pada
vagina
g. Terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan
pendataran dan pembukaan, lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas,
kapiler pembuluh darah pecah dan menimbulkan perdarahan sedikit.
h. Pengeluaran
cairan
Pada beberapa kasus terjadi
ketuban yang menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban
baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban
diharapkan persalinan berlangsung dalam 24 jam. (Manuaba, 2010)
5.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Persalinan
a. Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat, dasar
panggul, vagina, dan introtus vagina. Meskipun jaringan lunak, khususnya
lapisan – lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnaya bayi, tetapi
panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil
menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relative kaku (Sulistyawati, 2011).
Pada ketinggian yang berbeda, bentuk dan saluran ukuran panggul juga
berbeda, diameter bidang pintu atas, panggul tengah, pintu bawah dan sumbu
jalan lahir menentukan mungkin tidaknya persalinan pervaginam berlangsung dan
bagai mana janin dapat menuruni jalan lahir (pergerakan kardinal mekanisme
persalinan). Empat jenis panggul dasar dikelompokan sebagai berikut:
1) Ginekoid (tipe wanita klasik)
2) Android (mirip panggul pria)
3) Antropoid (mirip panggul kera)
4) Platipeloid (panggul pipih)
(Sulistyawati, 2009).
5) Panggul
ginekoid adalah bentuk yang paling yang paling sering ditemui.
Bentuk
panggul ginekoid dimiliki oleh 50 % wanita. Bidang-Bidang Hodge
1) Hodge I :
Setinggi Promontorium ke Pinggir Atas Simfisis Pubis
2) Hodge II :
Sejajar Hodge I setinggi Pinggir Bawah Simfisis Pubis
3) Hodge III :
Sejajar Hodge I dan II setinggi Spina Isisadika
4) Hodge IV : Sejajar Hodge I, II dan III setinggi Ujung
Os Cocygis (Sulistyawati, 2009).
b.
Passenger (Janin Dan Placenta)
Passenger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat Interalisi beberapa
faktor yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak sikap dan posisi janin. Placenta juga harus
melewati jalan lahir, maka ia dianggap juga sebagai bagian dari passenger. Namun plasenta jarang menghambat
proses persalinan pada kehamilan (Sumarah, 2009).
c.
Power (Kekuatan)
Power
dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Kekuatan
primer
2. Kekuatan
sekunder
Apabila serviks
berdilatasi, maka dimulai untuk mendorong yang memperbesar kekuatan kontraksi
Involunter (tenaga mengejan). Tenaga mengejan merupakan tenaga yang mendorong
anak keluar selain his, terutama disebabkan oleh kontraksi otot-otot dinding
perut yang mengakibatkan peninggian tekanan Intraabdomen. Tenaga mengejan ini
hanya Efektif jika pembukaan sudah lenkap dan paling Efektif sewaktu kontraksi
rahim (Sulistyawati, 2011).
Kontraksi uterus involunter yang memadai dan menandai dimulainya persalinan (His). His ada 2, yaitu :
a)
His pendahuluan / His palsu.
Merupakan peningkatan dari kontraksi dari Braxton hicks. His persalinan merupakan his yang bersifat nyeri yang
mungkin disebabkan oleh auoxia dari sel-sel otot saat kontraksi, tekanan pada
Ganglia dalam cerviks dan Segmen bawah Rahim oleh serabut. Serabut otot yang
berkontraksi, seviks yang meregang lurus atau regangan dan tarikan pada
peritonium saat kontraksi, kontraksi rahim bersifat berkala dan yang
diperhatikan dalam his adalah.
1)
Lama kontraksi 45 detik sampai 75 detik
2)
Kekuatan kontraksi naiknya tekanan intrauterin sampai 35 mmHg kekuatan kontraksi secara klinis ditentukan
dengan mencoba apakah jari kita dapat menekan dinding rahim ke dalam.
b) His
pengeluaran
His yang
mondorong
anak keluar dan biasanya disertai dengan keingin mengejan (Sumarah, 2009).
6.
Perubahan Fisiologis dan Psikologis dalam Persalinan
Perubahan fisiologis maternal dalam persalinan menurut
Varney (2008 ; 757 ) diantaranya :
a.
Tekanan
darah, meningkat selama kontraksi desertai peningkatan sistolik rata-rata 15
(10-20) mm Hg dan diastolik rata-rata 5-10 mm Hg.
b.
Metabolisme,
selama persalinan metabolisme karbohidrat baik aerob maupun anaerob meningkat
dengan kecepatan tetap.
c.
Suhu,
sedikit meningkat selama persalinan; tertinggi selama dan segara setelah
melahirkan. Yang dianggap normal ialah peningkatan suhu yang tidak lebih dari
0,5 sampai 1oC, yang mencerminkan peningkatan metabolism selama
persalinan.
d.
Denyut
nadi (Frekuensi Jantung), perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai dan
normalnya diantara kontraksi.
e.
Pernapasan,
sedikit peningkatan pernapasan normal
saat proses persalinan.
f.
Perubahan
pada ginjal, poliuria sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat
diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama persalinan dan kemungkinan
peningkatan laju filtrasi glomerulus dan aliran plasma ginjal.
g.
Perubahan
pada saluran cerna, motilitas lambung
dan absorpsi lambung terhadap makanan padat jauh berkurang. Mual dan muntah
umum terjadi selama fase transisi yang menandai akhir fase pertama persalinan.
h.
Perubahan hematologi, hemoglobin meningkat rata-rata 1, 2 gr/100 ml selama
persalinan dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama
pascapartum. Gula darah menurun selama proses persalinan, sel darah putih
meningkat selamam kala satu persalinan sebesar 5000 hingga jumlah rata-rata
15.000 pada pembukaan lengkap.
Selain perubahan fisiologis, pada proses persalinan juga terjadi perubahan
psikologis pada wanita. Kondisi psikologis keseluruhan
seorang wanita yang sedang menjalani persalinan sangat bervariasi, tergantung
pada persiapan dan bimbingan antisipasi yang ia terima selama persiapan
menghadapi persalinan, dukungan yang diterima wanita dan pasangannya, orang
terdekat lain, keluarga dan pemberi perawatan, lingkungan tempat wanita
tersebut berada, dan apakah bayi yang dikandungnya bayi yang diinginkan. (Varney, 2008 ;757 )
7.
Mekanisme Persalinan
Mekanisme persalinan normal Menurut ( Sulistyawati, 2012 ) terbagi dalam beberapa
tahap gerakan kepala janin di dasar panggul yang diikuti dengan lahirnya
seluruh anggota badan bayi
a.
Penurunan
kepala
Terjadi selama proses persalinan
karena daya dorong dari kontraksi uterus yang efektif, posisi serta kekuatan
meneran dari pasien.
b.
Penguncian
(engagement)
Tahap penurunan pada waktu diameter biparietal, dari
kepala janintelah melalui lubang masuk panggul pasien.
c.
Fleksi
Dalam proses masuknya kepala janinke
dalam panggul, fleksi menjadi hal yang sangat penting karena dengan fleksi
diameter kepala janin terkecil dapat bergerak melalui panggul dan terus menuju
dasar panggul. Pada saat kepala bertemu dengan dasar panggul, tahanannya akan
meningkatkan fleksi menjadi bertambah besar yang sangat diperlukan agar saat
sampai di dasar panggul kepala janin sudah dalam keadaan fleksi maksimal.
d.
Putaran
paksi dalam
Putaran internal dari kepala janin
akan membuat diameter anteroposterior (yang lebih panjang) dari kepala
menyesuaikan diri dengan diameter anteroposterior dari panggul pasien. Kepala
akan berputar dari arah diameter kanan, miring ke arah diameter PAP dari
panggul tetapi bahu tetap miring ke kiri, dengan demikian hubungan normal
antara as panjang kepala janin dengan as panjang dari bahu akan berubah dan
leher akan berputar 45 derajat. Hubungan antara kepala dan panggul ini akan
terus berlanjut selama kepala janin masih berada di dalam panggul.
e.
Lahirnya
kepala dengan cara ekstensi
Cara kelahiran ini untuk kepala dengan
posisi oksiput posterior. Proses ini terjadi karena gaya tahanan dari dasar
panggul, dimana gaya tersebut membentuk lengkungan carus, yang mengarahkan
kepala ke atas menuju lorong vulva. Bagian leher belakangg di bawah oksiput
akan bergeser ke bawah simfisis pubis dan bekerja sebagai titik poros
(hipomoklion). Uterus yang berkontraksi kemudian memberikan tekanan tambahan di
kepala yang menyebabkannya ekstensi lebih lanjut saat lubang vulva vagina
membuka lebar.
f.
Restitusi
Restitusi ialah perputaran kepala
sebesar 45 derajat balik ke kanan atau ke kiri, bergantung kepada arah dimana
ia mengikuti perputaran menuju posisi oksiput anterior.
g.
Putaran paksi
luar
Putaran ini terjadi secara bersamaan
dengan putaran internal dari bahu. Pada saat kepala janin mencapai dasar
panggul, bahu akan mengalami perputaran dalam arah yang sama dengan kepala
janin agak terletak dalam diameter yang besar dari rongga panggul. Bahu
anterior akan terlihat pada lubang vulva-vaginal, dimana ia akan bergeser di
bawah simfisis pubis.
h.
Lahirnya
bahu dan seluruh anggota badan bayi
Bahu posterior akan menggembungkan
perineum dan kemudian dilahirkan dengan cara fleksi lateral. Setelah bahu
dilahirkan, seluruh tubuh janin lainnya
akan dilahirkan mengikuti sumbu carus.
8.
Sebab-Sebab yang Menimbulkan Persalinan
Sebab-sebab yang menimbulkan persalinan
menurut Sulistyawati (2012 ; 4):
a.
Teori
penurunan hormone, 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar
hormone estrogen dan progesterone. Progesterone bekerja sebagai penenang
otot-otot polos rahim, jika kadar progesterone turun akan menyebabkan tegangnya
pembuluh darah dan menimbulkan his.
b.
Teori
plasenta menjadi tua, seiring matangnya usia kehamilan, villi chorialis dalam
plasenta mengalami beberapa perubahan, hal ini menyebakan turunnya kadar
estrogen dan progesterone yang mengakibatkan tegangnya pembuluh darah sehingga
akan menimbulkan kontraksi uterus.
c.
Teori
distensi rahim, otot rahim mempunyau kemampuan merenggang dalam batas tertentu,
setelah melewati batas tertentu akhirnya terjadi kontraksi sehingga persalinan
dapat dimulai.
d.
Teori
iritasi mekanis, dibelakang serviks terletak ganglion servikalis, bila ganglion
ini digeser dan ditekan (misalnya oleh kepala janin) , maka akan timbul
kontraksi.
e.
Teori
oksitosin, oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior, perubahan
keseimbangan progesteron dan estrogen dapat mengubah sensitivitas otot rahim,
sehingga sering terjadi Braxton hicks.
f.
Teori
hipotalamus-pituari dan glandula suprarenalis, glandula suprarenalis merupakan
pemicu terjadinya persalinan
g.
Teori
prostaglandin, prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua disangka sebagai
salah satu sebab permulaan persalinan.
h.
Induksi persalinan,
persalinan dapat ditimbulkan diantaranya; gagang laminaria, amniotomi,
oksitosin drip.
9.
Data dasar persalinan
a.
Kontraksi
Kontraksi uterus
bersifat intermiten, sehingga ada periode relaksasi
uterus diantra kontraksi, yang memiliki fungsi penting sebagai berikut:
1)
Mengistirahatkan
otot uterus
2)
Member
kesempatan istirahat bagi wanita
3)
Mempertahankan
kesejahteraan bayi karena kontraksi uterus menyebabkan kontriksi pembuluh darah
plasenta (Varney, 2008;675)
Periode relaksasi selama 4 menit antara akhir 1
kontraksi dan permulaan kontraksi selanjut nya lebih adekuat untuk kesejahteraan bayi, ibu, dan otot uterus.
Titik kritis mutlak di capai ketika kontraksi terjadi lebih sering dari setiap
2 menit dan memiliki durasi lebih dari
90 detik karena ini tidak memungkinkan waktu relaksasi yang cukup. Kontraksi yang lebih sering, dengan durasi
lebih panjang melebihi titik kritis ini, tidak terjadi pada persalinan spontan
normal. Oleh karena itu, di perlukan pemantauan ketat selama proses persalinan
berlangsung (Varney, 2008).
b.
Penipisan
dan pembukaan
Penipisan dan
pembukaan merupakan akibat langsung dari kontraksi. Penipisan terjadi karena
saluran serviks yang semula memiliki panjang 2 sampai 3 cm memendek sampai pada
titik saluran serviks menghilang sehingga hanya menyisakan os eksternal sebagai
muara sirkular dengan bagian tepi tipis. Proses penipisan juga di fasilitasi
oleh plak lender yang terdorong keluar.
Dilatasi adalah pelebaran
os serviks eksterna dari muara dengan diameter berukuran beberapa millimeter
sampai muara tersebut cukup lebar untuk di lewati bayi. Selain akibat kontraksi
sebagai daya dorong utama di latasi juga difasilitasi oleh gaya hidrostatik
cairan amnion di bawah pengaruh kontraksi.
Serviks primigravida umumnya menipis 50-60% dan membuka
selebar ujung jari sampai 1 cm sebelum mencapai persalinan. Awal penipisan dan
pembukaan merupakan bagian perubahan serviks yang mencirikan kematangan serviks
sebagai tanda awal persalina. Primigravida, dengan serviks setipis kertas,
berada pada ambang persalinan aktif. Serviks pada multigravida yang memasuki
persalinan biasanya berdilatasi 1 sampai
2 cm di sertai sedikit penipisan atau tidak sama sekali (Varney, 2008;676).
Frekuensi pemeriksaan dalam pada wanita intrapartum
normal dianjurkan dilakukan sebanyak 5 kali saja, yakni :
1)
Pada saat datang, untuk menetapkan informasi dasar
2)
Sebelum memutuskan jenis obat, jumlahnya, dan rute
pemberiannya.
3)
Untuk memastikan pembukaan sudah lengkap sehingga
dapat di putuskan apakah ibu harus mengejan atau sebaliknya.
4)
Setelah ketuban pecah, jika di curigai atau
kemungkinan terjadi prolaps tali pusat.
5)
Untuk mengecek prolaps tali pusat ketika perlambatan
frekuensidenyut jantung janin tidak kunjung membaik dengan perasat biasa.
Selama lima poin
tersebut, pemeriksaan dalam tidak bermanfaat pada persalinan dengan kemajuan
normal (Varney, 2008).
c.
Status
ketuban (Varney, 2008;678)
Menentukan apakah
ketuban sudah pecah adalah hal yang penting. Diagnosis ketuban pecah dapat
ditegakkan jika :
1.
Terlihat
cairan amnion keluar dari os serviks dan menggenang di
forniks vagina selama pemeriksaan
speculum.
2.
Tidak
dapat meraba ketuban pada bagian presentasi pada orifisium serviks.
Ketika merasa
tonjolan ketuban saat melakukan pemeriksaan pervaginam , kemungkinan yang harus
di pertimbangkan :
1.
Ketuban
tidak pecah
2.
Kebocoran
besar tinggi, yang tersumbat oleh tekanan bagian presentasi.
3.
Keluar
cairan yang terperangkap diantara ketuban akibat rupture korion, bukan amnion.
10. Kebutuhan
Dasar Persalinan
Kebutuhan yang
sangat penting dan mutlak untuk dipenuhi selama proses persalinan menurut (Sulistyawati, 2012;41) diantaranya :
a.
Makan dan
minum per oral
Pada pasien sangat
dianjurkan untuk minum cairan yang manis dan berenergi sehingga kebutuhan
kalorinya tetap akan terpenuhi. Jika pasien berada dalam situasi yang
memungkinkan untuk makan, biasanya pasien akan makan sesuai dengan
keinginannya, namun ketika masuk dalam persalinan fase aktif biasanya ia hanya
menginginkan cairan.
b.
Akses
intravena
Akses intravena
adalah tindakan pemasangan infus pada pasien. Kebijakan ini diambil dengan
pertimbangan sebagai jalur obat, cairan, atau darah untuk mempertahankan
keselamatan jika sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat dan untuk mempertahankan
suplai cairan bagi pasien.
c.
Posisi dan
ambulasi
Posisi yang nyaman
selama persalinan sangat diperlukan bagi pasien. Selain mengurangi ketegangan
dan rasa nyeri, posisi tertentu justru akan membantu proses penurunan kepala
janin sehingga persalinan dapat berjalan lebih cepat.
d.
Eliminasi
selama persalinan (BAB atau BAK)
Selama proses persalianan, akan mengalami poliuri sehingga penting
untuk difasilitasi agar kebutuhan eliminasi dapat terpenuhi. Pasien akan merasa
tidak nyaman ketika merasakan dorongan untuk BAB.
e.
Kebersihan
tubuh
Sebagian pasien yang
akan menjalani proses persalinan tidak begitu menganggap kebersihan tubuh
sebagai suatu kebutuhan, karna ia lebih terfokus terhadap rasa sakit akibat his
terutama pada primipara.
f.
Istirahat
Istirahat sangat
pnting untuk pasien karna akan membuat rileks. Jika pasien benar-benar tidak dapat
tidur terlelap karna sudah mulai merasakan his, minimal upayakan untuk
berbaring di tempat tidur dalam posisi miring ke kiri untuk beberapa waktu.
Posisi ini dilakukan agar penurunan kepala janin dapat lebih maksimal.
g.
Kehadiran
pendamping
Kehadiran seseorang
yang penting dan dapat dipercaya sangat dibutuhkan oleh pasien yang akan
menjalani proses persalinan.
h.
Bebas dan
nyeri
Setiap pasien yang
bersalin selalu menginginkan terbebas dari rasa nyeri akibat HIS.
11. 18
Penapisan
Menurut JNPK-KR (2008) Apabila didapati salah satu atau lebih
penyulit seperti berikut :
1.
Rwayat bedah besar
2.
perdarahan pervaginam
3.
persalinan kurang bulan ( usia kehamilan kurang
dari 37 minggu)
4.
ketuban pecah disertai mekonium yang kental
5.
ketuban pecah lama ( lebih dari 24 jam)
6.
ketuban pecah pada persalinan kurang bulan (usia
kehamilan kurang dari 37 minggu)
7.
ikterus
8.
anemia berat
9.
tanda/gejala infeksi
10.
pre-eklamsi/hipertensi dalam kehamilan
11.
tinggi fundus 40 cm atau lebih
12.
gawat janin
13.
primipara dalam fase aktif kala satu persalinan dan
kepala janin masih 5/5
14.
presentasi bukan belakang kepala
15.
presentasi ganda (majemuk)
16.
kehamilan ganda atau gemeli
17.
tali pusat menumbung
18.
syok.
12. Komplikasi
dalam persalinan
a.
Ketuban
pecah dini
Ketuban pecah dini adalah keadaan
pecahnya ketuban sebelum persalinan. bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Ketuban
pecah dalam persalinan secara umum di sebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah pada daerah tertentu terjadi
peribahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan
karena seluruh selaput ketuban rapuh. Komplikasi yang timbul akibat ketuban
pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal
ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat,
deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan
normal (Prawirohardjo, 2009;678).
b.
Prolaps
tali pusat
Prolap tali pusat bisa disebabkan
karena tidak terisinya secara penuh pintu atas panguldan serviks oleh bagian
terendah janin.
Prolaps tali pusat dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1)
Tali pusat
terkemuka, bila tali pusat berada di
bawah bagian terendah janin dan ketuban masih intak.
2)
Tali pusat
menumbung, bila tali pusat keluar melalui ketuban yang sudah pecah, ke serviks,
dan turun ke vagina.
3)
Occult
prolapse, tali pusat berada disamping bagian terendah janin turun ke vagina.
Tali pusat dapat teraba atau tidak, ketuban dapat pecah atau tidak (Prawirohardjo, 2010; 626).
c.
Distosia
bahu
Distosia
bahu adalah suatu keadaan diperlukan tambahan manuver obsetrik oleh karena
dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi pada persalinan dengan
presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak bisa dilahirkan dengan cara
pertolongan biasa. Insisdensi distosia bahu 0,2-0,3% dari seluruh persalinan
persentasi kepala (Prawiroharjho 2010; 43)
d.
Plasenta
tertinggal
Plasenta
tertinggal adalah plasenta yang belum terlepas dan mengakibatkan perdarahan
tidak terlihat. Definisi plasenta tertinggal didasarkan pada lama waktu yang
berlalu antara kelahiran bayi dan kelahiran plasenta yang diharapkan (Varney, 2007).
e.
Perdarahan
Kala III
Perdarahan kala III terjadi akibat
pelepasan plasenta sebagian. Alasan paling umum terjadi pelepasan plasenta
sebagian adalah kesalahan penatalaksanaan kala II, biasanya mencakup masalah
massase uterus yang dilakukan sebelum pelepasan plasenta (Varney, 2007).
13. Asuhan Sayang Ibu dalam Proses Persalinan
Asuhan sayang ibu dalam proses persalinan yaitu:
a.
Panggil ibu sesuai namanya, hargai dan perlakukan ibu sesuai martabatnya
b.
Jelaskan semua asuhan dan perawatan kepada ibu
sebelum memulai asuhan tersebut.
c.
Jelaskan proses persalinan kepada ibu dan
keluarganya.
d.
Anjurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa
takut dan khawatir.
e.
Dengarkan dan tanggapi pertanyaan dan kehawatiran
ibu.
f.
Beri dukungan, besarkan hati nya dan tentramkan perasaan ibu dan anggota keluarganya.
g.
Anjurkan ibu untuk ditemani suami atau anggota
keluarga yang lain selama persalinan dan kelahiran bayinya.
h.
Ajarkan suami dan anggota-anggota keluarga
mengenai cara-cara bagaimana mereka dapat memperhatikan dan mendukung ibu
selama persalinan dan kelahiran bayinya.
i.
Secara konsisten lakukan praktik-praktik
pencegahan infeksi yang baik.
j.
Hargai privasi ibu.
k.
Anjurkan ibu untuk mencoba berbagai posisi selama
persalinan dan kelahiran bayi.
l.
Anjurkan ibu untuk minum dan makan makanan ringan
sepanjang ia menginginkannya.
m. Hargai dan
perbolehkan praktik-praktik tradisional yang tidak merugikan kesehatan ibu.
n.
Hindari tindakan berlebihan dan mungkin
membahayakan seperti episiotomi,pencukuran,dan klisma.
o.
Anjurkan ibu untuk memeluk bayinya sesegera
mungkin.
p.
Membantu memulai pemberian ASI dalam satu jam
pertama setelah kelahiran bayinya.
q.
Siapkan rencana rujukan (bila perlu).
r.
Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan
baik dan bahan-bahan perlengkapan dan obat-obatan yang diperlukan.Siap untuk melakukan resusitasi
bayi baru lahir pada setiap kelahiran bayi (JNPK-KR, 2008).
14. 60
langkah asuhan persalinan normal
1)
Mengamati
tanda dan gejala kala dua persalinan, pemeriksaan tanda-tanda:
a)
Ibu
mempunyai keinginan untuk meneran
b)
Ibu
merasakan tekan pada rektum dan vaginanya
c)
Perineum
menonjol
d)
Vulva
vagina dan sfingter ani membuka
2)
Memastikan
perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap digunakan. Mematahkan ampul
oksitosin 10 unit dan menetapkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam
partus set.
3)
Mengenakan
baju penutup atau clemek plastik yang bersih.
4)
Melepaskan
semua perhiasan yang dipakai dibawah siku, mencuci kedua tangan dengan sabun
dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali
pakai.
5)
Memakai
satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam.
6)
Mengisap
oksitosin 10 unit kedalam tabung suntik
(dengan memakai sarung tangan DTT) dan meletakkan kembali di wadah partuset.
7)
Membersihkan
vulva dan perinium, menyekanya dengan hati-hati dari depan keblakang dengan
menggunakan kapas yang sudah dibasahi air DTT.
8)
Dengan
menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa
pembukaan servik sudah lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan
pembukaan sudah lengkap, lakukan amniotomi.
9)
Mendekontaminasa
sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan
kotor kedalam larutan klorin 0,5% dan melapaskannya dalam keadaan terbalik
serta merendamnya didalam air klorin sealama 10 menit. Mencuci kedua tangan.
10)
Memeriksa
DJJ setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa djj dalam batas normal
(120-160x/menit)
11)
Memeritahu
ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. Membantu ibu berada dalam
posisi yang nyaman sesuai dengan keinginan.
12)
Meminta
bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (pada saat ada his
bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia dalam keadaan nyaman).
13)
Melakukan
pimpinan untuk meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
14)
Jika
kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm letakkan handuk bersih diatas
perut ibu untuk mengeringkan bayi.
15)
Meletakkn
kain yang bersih dilipat sepertiga bagian dibawah bokong ibu
16)
Membuka
partuset
17)
Memakai
sarung tangan DTT
18)
Saat
kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perinium dengan satu
tangan yang dilapisi kain letakkan tangan yang lain dikepala bayi dan lakukan
tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala
keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau
bernafas cepat saat kepala lahir.
19)
Dengan
lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan kain atau kasa yang bersih
(langkah ini tidak harus dilakukan)
20)
Memeriksa
lilitan tali pust dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan
kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi.
21)
Menunggu
hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22)
Setelah
kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan dimasing- masing
sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk menaran saat kontraksi berikutnya.
Dengan lembut menariknya kearah bawah dan kearah luar hingga bahu anterior
muncul dibawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik kearah atas dan
kearah luar untuk melahirkan bahu posterior
23)
Setelah
kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi ynag berada
dibawah kearah perinium, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ketangan
tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perinium,
gunakan lengan bagian bawah untuk menyanggah tubuh bayi saat dilahirkan.
Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan
anterior saat bayi keduanya lahir.
24)
Setelah
tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior ) dari
punggung kearah kaki bayi untuk menyangga saat punggung dan kaki lahir memegang
kedua mata kaki bayi dan dengan hati – hati membantu kelahiran kaki.
25)
Menilai
bayi dengan cepat, kemudian meletakan bayi diatas perut ibu di posisi kepala
bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek,
meletakan bayi di tempat yang memungkinkan).
26)
Segera
membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kontak kulit
ibu-bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin/i.m
27)
Menjepit
tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan
pada tali pusat mulai dari klem kearah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari
klem pertama (kearah ibu)
28)
Memegang
tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong tali
pusat diantara kedua klem tersebut.
29)
Mengeringkan
bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut
yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka.
Jika bayi mengalami kesulitan bernafas, ambil tindaka yang sesuai.
30)
Memberikan
bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan memulai
pemberian ASI jika ibu menghendakinya.
31)
Meletakkan
kain yang bersih dan kering, melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan
kemungkinan adanya bayi kedua.
32)
Memberitahu
kepada ibu bahwa ia akan disuntik
33)
Dalam
waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan oksitosin 10 unit I.M di
gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya
terlebih dahulu.
34)
Memindahkan
klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.
35)
Meletakan
satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat diatas tulang pubis, dan
menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan
uterus, memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36)
Setelah
uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain
mendorong uterus ke arah belakang – atas ( dorso – kranial) secara hati-hati
(untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,
hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya
dan ulangi prosedur diatas. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu,
suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu
37)
Lakukan
penegangnan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir, (tetap lakukan tekanan dorso-kranial)
38)
Saat
plasenta terlihat di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan menggunakan ke
dua tangan, pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilih kemudian
lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
39)
Segera
setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan Masase uterus, meletakan
telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan
lembut hingga uterus berkontraksi (Fundus menjadi keras). Lakukan tindakan yang
diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik masase.
40)
Memeriksa
kedua sisi placenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban
lengkap dan utuh. Masukan plesenta kedalam kantung plastik atau tempat khusus.
41)
Mengevaluasi
adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi yang
mengalami perdarahan aktif. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif
segera lakukan penjahitan.
42)
Menilai
ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.
43)
Mencelupkan
kedua tangan yang memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5% membilas
kedua tanga yang masih bersarungb tangn tersebut dengan air disenfeksi tingkat
tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering.
44)
Menempatkan
klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali
pusat sekitar 1 cm dari pusat.
45)
Mengikat
satu tali simpul mati dibagian pusat yang bersebrangan dengan simpul mati yang
pertama.
46)
Melepaskan
klem bedah dan meletakkannya kedalam larutan air klorin 0,5%.
47)
Menyelimuti
kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk atau kainnay
bersih dan kering.
48)
Menganjurkan
ibu untuk memulai pemberian asi.
49)
Melanjutkan
pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam.
50)
Mengajarkan
pada ibu atau keluarga bagaimana cara melakukan masase uterus dan memeriksa
kontraksi uterus.
51)
Mengevaluasi
kehilangan darah
52)
Memeriksa
tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam
pertama pasca persalinan dan tiap 30 menit satu jam kedua pasca persalinan.
53)
Menempatkan
semua peralatan didalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi 10 menit.
Mencuci dan membilas peralatan setelah dekontaminasi
54)
Membuang
bahan-bahan yang terkontaminasi kedalam tempat sampah yang sesuai.
55)
Membersihkan
ibu dengan air DTT. Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu
memakai pakaian yang bersih dan kering.
56)
Memastikan
bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan asi. Menganjurkan keluarga untuk
memberikan minum dan makan yang diinginkan.
57)
Mendekontaminasi
daerah yang digunakan untuk melahirkan denagn larutan klorin 0,5% dan membilas
dengan air bersih.
58)
Mencelupkan
sarung tangan kotor kedalam larutan air klorin 0,5% memalikan bagian dalam
keluar dan merendamnya dalam laruta klorin 0,5% selama 10 menit.
59)
Memcuci
tangn dengan sabun dan air mengalir.
60)
Melengkapi
partograf ( halam depan dan belakang).
(sarwono, 2009)
15. Partograf
Partograf adalah
alat bantu untuk memantau kemajuan kala persalinan dan informasi untuk membuat
keputusan klinik.
Tujuan
utama penggunaan partograf :
a.
Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan
menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
b.
Mendeteksi apakah persalinan berjalan normal
c.
Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu,
bayi, kemajuan persalinan dan proses persalinan. (APN, 2008:55).
d.
Kondisi ibu dan janin harus dinilai dan
dicatat secara seksama, yaitu:
1)
Denyut jantung janin dicatat setiap 30
menit.
2)
Air ketuban, catat dengan
lambang-lambang berikut :
a)
U : Selaput ketuban Utuh (belum pecah)
b) J : Selaput ketuban
pecah dan air ketuban Jernih
c) M : Selaput ketuban
pecah dan air ketuban bercampur
Mekonium
d) D : Selaput ketuban
pecah dan air ketuban bercampur
Darah
e) K : Selaput ketuban
pecah dan air ketuban Kering
Penyusupan
(Molase) tulang kepala janin, catat dengan lambang-lambang berikut :
a)
0 : Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah
dipalpasi.
b)
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya terpisah.
c)
2 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih namun
masih bisa dipisahkan.
d)
3 : Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan.
3)
Pembukaan serviks dinilai setiap 4 jam
dan diberi tanda (X).
4)
Penurunan bagian terbawah janin
Tulisan “Turunnya kepala” dan
garis tidak putus dari 0-5, tertera disisi yang sama dengan angka pembukaan
serviks. Berikan tanda “O” yang ditulis pada garis waktu yang sesuai.
5)
Jam : catat jam yang sesungguhnya.
6)
Waktu : menyatakan berapa jam waktu
yang dijalani sesudah pasien diterima.
7)
Kontraksi uterus, catat setiap 30
menit. Lakukan palpasi untuk menghitung banyaknya kontraksi dalam 10 menit dan
lamanya tiap-tiap kontraksi dalam hitungan detik :
a.
Beri titik-titik di kotak yang sesui
untuk menyatakan kontraksi yang lamanya <20 detik.
b.
Beri garis-garis di kotak yang sesui
untuk menyatakan kontraksi yang lamanya 20-40 detik.
c.
Isi penuh di kotak yang sesui untuk
menyatakan kontraksi yang lamanya >40 detik.
8)
Nadi dicatat setiap 30 menit
9)
Tekanan darah dicatat setiap 4 jam
10)
Suhu badan dicatat setiap 2 jam.
11) Protein, aseton, dan volume
urin dicatat setiap 2 jam (APN,
2008:57-63)
B. NIFAS
1. Definisi
Nifas
Periode pascapartum
adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode
intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak
hamil.(Varney, 2007).
Masa sesudah persalinan dan kelahiran
bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu.(Saleha
Sitti, 2009). Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,
plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu. (Saleha Sitti, 2009)
Kala puerperium (nifas) yang
berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari mereupakan waktu yang diperlukan untuk
pulihnya organ kandungan pada keadaan yang normal (Manuaba, 2010). Periode
pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan
akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada
kondisi tidak hamil (Varney, 2008).
Tujuan dari pemberian asuhan kebidanan
pada masa nifas menurut (Saleha Siti, 2009 )
a.
Menjaga
kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis
b.
Mendeteksi
masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya.
c.
Memberikan
pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB dan cara
manfaat menyusui, imunisasi, serta perawatan bayi sehari-hari
d.
Memberikan
pelayanan KB
2. Tahap
Masa Nifas
Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut
Saleha Siti diantaranya:
a.
Periode
immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam.
Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia
uteri.
b.
Periode
early postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase aktif ini bidan memastikan involusi uteri
dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak
demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu menyusi dengan baik.
c.
Periode
late postpartum (1 minggu-5 minggu)
Pada periose ini bidan tetap melakukan perawatan dan
pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.
3.
Tujuan Asuhan Masa Nifas
a.
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun
psikologis.
b.
Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi
masalah, mengobati, atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya.
c.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi
kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
d.
Memberikan pelayanan KB.(Saleha Siti, 2009)
4. Perubahan
Adaptasi Fisiologis Ibu Pada Masa Nifas
Masa post
partum meliputi perubahan-perubahan yang dianggap normal dan harus terjadi
untuk mengambalikan fungsi-fungsi organ seperti sebelum hamil, menurut Varney (2008) perubahan-perubahan itu terdiri atas:
a. Uterus
Involusi uterus meliputi reorganisasi dan
pengeluran desisdua/endometrium dan eksfiloisasi tempat perlekatan plasenta
yang di tandai dengan penurunan ukuran berat serta perubahan pada lokasi uterus
juga di tandai dengan warna dan jumlah lokia.
TABEL 1
Tinggi
Fundus Uteri Dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi
Involusi |
Tingggi
Fundus Uteri |
Berat
Uterus |
Plasenta |
Sepusat |
1000
gr |
7
Hari |
Pertengahan
Pusat – Symphisis |
500
gr |
14
Hari |
Tidak
Teraba |
350
gr |
42
Hari |
Sebesar
Hamil 2 minggu |
50 gr |
56
Hari |
Normal |
30 gr |
b. Lokia
Lokia adalah istilah untuk sekret dari uterus yang keluar melalui vagina
selama peurperium karena perubahan
warnanya. Nama deskriptif lokia
berupa:
1)
Lokia Rubra/Merah (Kruenta)
Lokia Rubra berwarna merah
karena mengandung darah, ini adalah lokia pertama yang mulai keluar segera
setelah pelahiran dan terus berlanjut selama dua atau tiga hari hari pertama
pasca partum.lokia rubra terutama mengandung darah dan jaringan desidua.
2)
Lokia Sanguinolenta
Cairan
yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4
sampai hari ke 7 postpartum.
3)
Lokia Serosa
Lokia serosa mulai terjadi
sebagai bentuk yng lebih pucat dari lokia rubra, serosa, dam merah muda. Lokia
ini Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 postpartum.lokia serosa terutama
mengandung cairan serosa, jaringan desidua, leukosit dan, eritrosit.
4) Lokia Alba/Putih
Lokia
alba muali terjadi sekitar hari kesepuluh pascapartum dan hilang sekitar
periode dua hingga empat minggu. Pada beberapa wanita, lokia ini tetap ada pada
saat pemeriksaan pasca partum. Warna lokia alba putih krem dan terutama
mengandung leukosit dan sel desidua.
5)
Vagina Dan
Perineum
Segera
setelah pelahiran, vagina tetap terbuka lebar, mungkin mengalami
beberapa derajat edema dan memar. Setelah satu hingga dua hari pertama pasca
partum, tonus otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak
lagi edema, sekarang vagina menjadi berdindind lunak, lebih besar dari
biasanya.
c. Payudara
Laktasi dimulai pada semua wanita dengan
perubahan hormon saat melahirkan. Apakah wanita memilih menyusui atau tidak, ia
dapat mengalami kongesti payudara selama beberapa hari pertama pascapartum
karena tubuhnya mempersiapakan untuk memnerikan nutrisi kepada bayinay. Wanita
menyusi berespon terhadap menstimulasi bayi yang di susui akan terus melepaskan
hormon dan stimulasi alveoli yang memproduksi susu.
5. Seviks
Awalnya serviks berwarna kehitaman
karena penuh dengan pembuluh darah, konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Muara
serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara
perlahan dan bertahap. Setelah 2 jam hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Setelah 7
hari dapat dilalui 1 jari. Pada minggu ke 6 post partum, serviks sudah menutup
kembali. (Mochtar, 2006:116)
6.
Vulva, Vagina Dan Perineum
Pada awal nifas, vagina dan ostiumnya membentuk
saluran berdinding halus dan lebar yang ukurannya berkurang secara perlahan,
namun jarang kembali ke ukuran nulipara.Rugae muncul kembali pada minggu ketiga
namun tidak semenonjol sebelumnya.Hymen tinggal berupa potongan kecil sisa
jaringan yang berbentuk parut dan disebut carunculae
myrtiformes.Robekkan perineum
umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat lahir.Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi
lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik.
7. Gastrointestinal
Sering terjadi konstipasi pada ibu postpartum.Hal
ini umumnya disebabkan karena makanan padat dan kurangnya makanan berserat
selama persalinan.Disamping itu rasa takut ibu untuk buang air besar sehubungan
dengan jahitan pada perineum juga menjadi penyebab terjadinya konstipasi. Buang air besar harus sudah dilakukan 3-4 hari setelah proses
persalinan.
8. Sistem
Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk
buang air kecil dalam 24 jam pertama. Hal ini disebabkan karena terdapat spasme
sfinkter dan edema leher kandung kemih setelah tertekan oleh kepala
janin.Selain itu kandung kemih selama nifas menjadi kurang sensitif dan
kapasitasnya bertambah karena setiap kali kencing masih tertinggal urine
residual, inilah yang bisa menyebabkan infeksi.
9. Perubahan
Tanda-Tanda Vital
1)
Tekanan
darah
Segera
setelah melahirkan banyak wanita mengalami peningkatan sementara tekanan darah
sistolik dan diastolik yang akan kembali secara spontan ke tekanan darah
sebelum hamil selama beberapa hari. Bidan bertanggung jawab mengkaji resiko
perdarahan, preeklamsi pascapartum, dan komplikasi yang relatif jarang tetapi
serius jika peningkatan tekanan darah yang signifikan.
2)
Nadi
Denyut nadi yang mengalami
peningkatan selama proses persalinan akan kembali normal pada jam-jam pertama
pascapartum. Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60x/menit, hal
tersebut terjadi karna saat ini ibu berada dalam keadaan istirahat penuh.
Pada ibu
yang denyut nadinya di atas 100x/menit selama peurperium merupakan kondisi yang
abnormal dan menunjukkan adanya infeksi atau late hemoragi khususnya bila
disertai dengan peningkatan suhu.
3)
Respirasi
Fungsi pernafasan kembali normal selama pascapartum, tidak lain
karena ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Nafas yang
pendek, cepat, atau perubahan lain memerlukan evaluasi adanya kondisi-kondisi
seperti kelebihan cairan, asma, embolus paru, dan mungkin juga karna ikutan
tanda-tanda syok.
4)
Suhu
Suhu maternal kembali normal dari suhu
yang sedikit meningkat selama periode intrapartum dan stabil dalam 24 jam
pertama pascapartum. Sekitar hari ke-4 setelah persalinan suhu ibu bisa naik
sedikit antara 37,20 C – 37.50 C. Kemungkinan disebabkan
karena ikutan dari aktivitas payudara.
Bila kenaikkan menccapai 380
C pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi
pascapartum.
10. Penurunan
Berat Badan
Di samping kehilangan berat badan 5-6
kg karena pengeluaran bayi dan kehilangan darah normal, biasanya terdapat
penurunan lebih lanjut 2-3 kg melalui dieresis.
Berat badan turun mendekati sebelum
hamil dalam 6 bulan setelah persalinan, tetapi tetap berlebih rata-rata 1,4 kg.
11. Adaptasi
Psikologis Pada Masa Nifas
Pada masa nifas wanita banyak
mengalami perubahan selain fisik yaitu peningkatan emosi.Pada masa ini wanita
mengalami transisi menjadi orang tua.
Berikut merupakan fase yang dilalui ibu saat masa
postpartum:
a.
Fase taking
in yaitu
periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua
setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya
sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya.
Kelelahannya membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur,
seperti tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap
lingkungannya. Oleh karena itu, kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga
komunikasi yang baik.
b. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara
3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu,
perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya
kurang hati-hati.
Oleh sebab itu, ibu memerlukan dukungan karena saat
ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam
merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
c. Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri
dan bayinya sudah meningkat pada fase ini.(Vivan 2011;65)
12. Kebutuhan
Dasar Ibu Pada Masa Nifas
Kebutuhan dasar ibu pada masa nifas menurut (Vivian 2011;71)
a.
Nutrisi
dan Cairan
Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang serius, karena dengan
nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi
susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori,
tinggi protein, dan banyak mengandung cairan.
Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi
sebagai berikut :
1)
Mengonsumsi
tambahan 500 kalori tiap hari
2)
Makan
dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang
cukup
3)
Minum
sedikitnya 3 liter setiap hari
4)
Pil zat
besi harus diminum untuk menambah zat besi, setidaknya selama 40 hari pasca
persalinan
5)
Minum
kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya
melalui ASI.
13. Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation)
ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin bidan membimbing ibu pot partum bangun
dari tempat tidurnya dari membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan.
Keuntungan early ambulation adalah sebagai berikut :
1)
Ibu merasa
lebih sehat dan kuat dengan early ambulation
2)
Faal usus
dan kandung kemih baik
3)
Early
ambulation memungkinkan kita mengajarkan ibu cara merawat anaknya selama ibu
masih di rumah sakit. Misalnya memandikan, mengganti pakaian, dan member makan
4)
Early
ambulation tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak mempengaruhi
peneyembuhan luka episiotomy atau luka di parut serta tidak memperbesar
kemungkinan prolapsus atau retrotexto uteri( Vivian 2011;72)
14. Eliminasi
a.
Buang Air Kecil
Ibu diminta buang air kecil (miksi) 6
jam postpartum. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali
berkemih belum melebihi 100 cc. Maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau
kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam untuk dikateteisasi.
Berikut ini sebab terjadinya
kesulitan berkemih (retensio urine) pada ibu postpartum:
1)
Berkurangnya
tekanan intrabdominal
2)
Otot-otot
perut masih lemah
3)
Edema dan
uretra
4)
Dinding
kandung kemih kurang sensitif
b.
Buang Air Besar
Ibu postpartum diharap dapat buang air besar
(defekasi) setelah hari kedua postpartum. Jika hari ketiga belum juga BAB, maka
perlu diberi obat pencahar per oral atau per rektal. Jika setela pemberian obat
pencahar masih belum bisa BAB , maka dilakukan klisma (huknah)
15. Personal
Higiene
Pada
masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu,
kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan
tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga.
Langkah-langkah
yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan diri ibu postpartum adala sebagai
berikut:
1)
Anjurkan
kebersihan seluruh tubuh, terutama perineum.
2)
Mengajarkan
ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa
ibu mengerti untuk membersihkan daerah di sekitarvulva terlebih dahulu, dari
depan ke belakang, kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Masehati ibu
untuk membersihkan vulva setiap kali selesai buang air kecil atau besar.
3)
Sarankan
ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari.
Kain dapatdigunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan dibawah
matahari dan disetrika.
4)
Jika ibu
mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari
menyentuh daerah tersebut(Vivian
2011;74)
16. Istirahat
dan Tidur
Hal-hal yang bisa dilakukan pada ibu
untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur adalah sebagai berikut.
1)
Ajarkan
ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
2)
Sarankan
ibu untuk pada kegiatan rumah tangga secara perlahan lahan, serta untuk tidur
siang atau beristirahat selagi bayi tidur.
3)
Kurang
istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal.
a)
Mengurangi
jumlah prosuksi ASI yang diprosuksi.
b)
Memperlambat
proses involusi utrrus dan memperbanyak perdarahan.
c)
Menyebabkan
depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
17. Aktifitas
Seksual
Akifitas
seksual yang dapat dilakukan oleh ibu masa nifasharus memenihi sayrat sebagai
berikut ini.
1)
Secara
fisik aman untuk melakukan hubungan suami isteri begitu darah merah berhenti
dan ibu dapat memasukan satu-satu dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri,
maka ibu aman untu memualai mealkukan hubungan suamii isteri kapan saja ibu
siap.
2)
Banyak
budaya yang mempunyai tradisi memunda hubungan suami isteri sampai masa waktu
tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan
ini bergantung pada pasangan yang bersangkutan.
18. Latihan
Senam Nifas
Setelah
perslinan terjadi involusi pada hampir seluruh organ tubuh wanita. Involusi ini
sangat jelas terlihat pada allat-alay kandungan. Sebagai akibatnya kehamilan
dinding perut menjadi lembek dan lemas disertai adanya striae gravidarum yang
membuat keindahan tubuh akan sangat terganggu. Untuk itu beri penjelasan pada
ibu tentang beberapa hal berikut ini
1)
Diskusikan
pentingnya otot-otot perut dan panggul agar kembali normal, karena ini akan
membuat ibu akan merasa lebih kuat dan ini juga menjadikan otot perutnya
menjadi kuat, sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung.
2)
Jelaskan
bahwa latihan tertentu beberapa menit setipa hari sangat membantu.
a)
Dengan tidur
terlentang dan lenagn disamping, tarik otot perut selagi menarik napas, tahan
napas dalam, angkat dagu ke dada, tahan mulai hitungan 1 sampai 5, rileks dan
ulangi sebanyak 10 kali.
b)
Untuk
memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar panggul lakukanlah senam keagel.
3)
Berdiri
dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot bokong dan panggul, tahan sampai 5
hitungan. Relaksasi otot dan ulangi latihan sebanyak 5 kali.
4)
Mulai
mengerjakan 5 kali latihan untu setiap gerakan. Setiap minggu naikan jumlah
latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke 6 setelah persalinan ibu harus
mengerjakan setiap gerakan sebanyak 30 kali.
19. Asuhan
Dasar Masa Nifas
a. Kebersihan
diri
1)
Menganjurkan
ibu untuk menjaga kebersihan tubuh.
2)
Menjelaskan
ibu cara membersihkan daerah kelamin
dengan cara bersihkan daerah sekitar
vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, kemudian baru daerah anus.
3)
Menyarankan
ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya 2 kali setiap hari.
4)
Menyarankan
ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelamin.
5)
Jika ibu
mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari
menyentuh daerah luka.
b. Istirahat
1)
Menganjurkan
ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
2)
Menyarankan
ibu untuk kembali kegiatan-kegiatan rumah tangga seperti biasa perlahan-lahan
serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tertidur.
3)
Kurang
istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal.
a)
Mengurangi
jumlah ASI yang diproduksi.
b)
Memperlambat
proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan.
c)
Menyebabkan
depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayinya sendiri.
c. Latihan
1)
Menjelaskan
tentang latihan tertentu yang sangat membantu beberapa menit setiap hari.
2)
Dengan
tidur terlentang dengan lengan disamping, menarik otot perut selagi menarik
nafas, tahan nafas kedalam dan angkat dagu ke dada tahan satu hitungan sampai lima, rileks dan ulangi
sepuluh kali (latihan kegel).
3)
Berdiri
dengan tungkai dirapatkan, kencangkan otot-otot, pantat dan panggul dan tahan
sampai lima hitungan, kendorkan dan ulangi latihan.
d. Gizi ibu
menyusui
1)
Mengkonsumsi
tambahan 500 Kalori setiap hari.
2)
Makan
dengan diet seimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup.
3)
Minum
sedikitnya 3 liter setiap hari (setiap kali menyusui).
4)
Pil zat
besi harus diminum untuk menambah zat besi setidaknya selama 40 hari pasca
persalinan.
5)
Minum
kapsul Vit A (200.000 unit) agar bisa memberikan Vit A kepada bayinya melalui
ASI.
e. Perawatan
Payudara
1)
Menjaga
payudara tetap bersih dan kering.
2)
Menggunakan
BH yang menyokong payudara.
3)
Apabila
putting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang keluar pada sekitar putting
susu setiap kali menyusui.
4)
Apabila
putting susu lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam, ASI
dikeluarkan untuk diminumkan dengan
menggunakan sendok.
5)
Untuk
menghilangkan nyeri dapat diminum paracetamol tablet setiap 4 sampai 6 jam.
6)
Apabila
payudara bengkak akibat pembendungan ASI.
a)
Pengompresan
payudara dengan air hangat selama 5 menit.
b)
Urut
payudara dari pangkal sampai putting
c)
Susukan
bayi setiap 2-3 jam sekali
d)
Letakkan
kain dingin pada payudara setelah menyusui
e)
Payudara
dikeringkan
f.
Tanda Bahaya Pada Ibu Masa Nifas
a)
Perdarahan
yang banyak segera atau dalam 1 jam setelah melahirkan.
b)
Tekanan
darah tinggi, pusing, mata berkunang-kunang, nyeri epigastrik
c)
Pembengkakan
di wajah atau ekstremitas
d)
Payudara
berubah menjadi merah, panas, dan sakit
e)
Kaki
terasa nyeri saat ditekan dan ketika diangkat, teraba panas, dan kemerahan.
f)
Perdarahan
yang terjadi dalam 42 hari setelah melahirkan yang berlangsung terus menerus,
disertai keluarnya cairan dari liang rahim yang berbau.
g)
Merasa
sedih atau tidak mampu untuk merawat bayi dan diri sendiri.
g. Keluarga
Berencana
Sebelum menggunakan KB, ibu harus
tahu tentang: metode kerjanya, keuntungan, kekurangan, efek samping, cara
memakainya, kapan metodenya dilakukan. KB lebih aman dilakukan apabila ibu sudah haid. (Saifuddin, 2009:127-129).
Konseling Keluarga
Berencana
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan
Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR). Konseling adalah proses
yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan KB dan bukan hanya
informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat
oemberian pelayanan (BPPPK, 2010)
1)
MAL (Metode
Amenorea Laktasi)
a)
Metode
Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI
secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau
minuman apapun lainnya.
b)
MAL dapat dipakai senbagai kontrasepsi bila :
Menyusui secara penuh lebih dari 8x sehari
(1) Belum haid
(2) Umur bayi kurang dari 6 bulan
c)
Cara Kerja
Penundaan/penekanan ovulasi
d)
Keuntungan
Kontrrasepsi
(1) Efektivitas tinggi
(2) Segera efektif
(3) Tidak mengganggu senggama
(4) Tidak ada efek samping secara sistematik
(5) Tidak perlu pengawasan medis
(6) Tidak perlu obat atau alat
(7) Tanpa biaya
e)
Keterbatasan
(1) Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar
segera menyusui dalam 30 menit pascapersalinan
(2) Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi
social
(3) Efektivitas tinggi hanya sampai kembalinya haid
atau sampai dengan 6 bulan
(4) Tidak melindungi terhadap IMS termasuk
hepatitis B/HBV dan HIV/AIDS.
2)
Kontrasepsi
Progestin
a)
Kontrasepsi
Suntikan Progestin
Tersedia 2 jenis
kontrasepsi suntikan yang hanya mengandung Progestin, yaitu :
(1)
Depo Medroksiprogesteron Asetat
(Depoprovera), mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan
cara disuntik intramuskular (daerah bokong)
(2)
Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), yang
mengandung 200 mg Noretindron Enantar, diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik
intramuskular.
b) Cara
Kerja
(1) Mencengah
ovulasi
(2) Mengentalkan
lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penettrasi
sperma
(3) Menjadikan
selaput lendir rahim tipis dan atrofi
(4) Menghambat
trasportasi gamet oleh tuba
c)
Keuntungan
KB suntikan:
(1)
Pemberiannya
sederhana setiap 8-12 minggu
(2)
Tingkat
efektivitasnya tinggi
(3)
Hubungan
seks dengan suntikan KB bebas
(4)
Pengawasan
medis yang ringan
(5)
Dapat
diberikan pascapersalinan, pasca-kegugran atau pascamenstruasi
(6)
Dapat
mengganggu pengeluaran laktasi dan tumbuh kembang bayi
(7)
Suntikan
KB Cyclofem diberikan setiap bulan dan peserta KB akan mendapatkan menstruasi
d)
Kerugian
KB suntikan:
(1)
Perdarahan
yang tidak menentu
(2)
Terjadi
amenorea (tidak datang bulan) berkepanjangan
(3)
Masih
terjadi kemungkinan hamil
(4)
Kerugian
atau penyulit inilah yang menyebabkan peserta KB menghentikan suntikan KB.(Manuaba, 2012)
e)
Yang dapat menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin
(1) Usia reproduksi
(2) Nulipara dan yang telah
memiliki anak
(3) Menghendaki kontrasepsi
jangka panjang dan yang memiliki efektifitas tinggi
(4) Menyusui dan membutuhkan
kontrasepsi yang sesuai
(5) Setelah melahirkan dan tidak
menyusui
(6) Setelah abortus atau
keguguran
(7) Telah banyak anak, tetapi
belum menghendaki tubektomi
(8) Perokok
(9) Tekanan darah < 180/110
mmHg, dengan masalah gangguan pembekuan darah atau anemia bulan sabit
(10) Menggunakan obat untuk
epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau obat tuberkulosis
(11) Tidak dapat memakai
kontrasepsi yang mengandung estrogen
(12) Sering lupa menggunakan pil
kontrasepsi
(13) Anemia defisiensi besi
(14) Mendekati menopouse yang
tidak mau atau tidak boleh menggunakan pil kontrasepsi kombinasi
f)
Yang tidak boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin
(1)
Hamil atau dicurigai hamil (resiko cacat pada jam 7 per 100.000 kelahiran)
(2)
Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
(3)
Tidak dapat menerima terjadinya ganngguan haid, terutama amenorea
(4)
Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara
(5)
Diabetes melitus disertai komplikasi (BKPPPKB, 2006)
3)
Kontrasepsi
Pil Progestin (Minipil)
a)
Jenis
Minipil
(1) Kemasan dengan isi 35 pil : 350mg
levonorgestrel atau 350 mg noretindron
(2) Kemasan dengan isi 28 pil : 75 mg desogestrel
b)
Cara Kerja
Minipil
(1) Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis
steroid seks di ovarium
(2) Endometrium mengalami transformasi lebih awal
sehingga implantasi lebih sulit
(3) Mengentalkan lender serviks sehingga menghambat
penetrasi senggama
(4) Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi
sperma terganggu
c)
Efektivitas
Sangat efektif (98,5%).
d)
Keuntungan
Kontrasepsi
(1) Sangat efektif bila digunakan secara benar
(2) Tidak mengganggu hubungan seksual
(3) Tidak mempengaruhi ASI
(4) Kesuburan cepat kembali
(5) Nyaman dan mudah digunakan
(6) Sedikit efek samping
(7) Dapat dihentikan setiap saat
(8) Tidak mengandung estrogen
e)
Yang
Bolehh Menggunakan Minipil
(1) Usia Reproduksi
(2) Telah memiliki anak, atau yang belum memiliki
anak
(3) Menginginkan suatu metode kontrasepsi yang
sangat efektif selama periode menyusui
(4) Pascapersalinan dan tidak menyusui
(5) Pascakeguguran
(6) Perokok segala usia
(7) Mempunyai tekanan darah tinggi atau dengan
masalah pembekuan darah
(8) Tidak boleh menggunakan estrogen atau lebih
senang tidak menggunakan estrogen
f)
Yang Tidak
Boleh Menggunakan Minipil
(1) Hamil atau diduga hamil
(2) Perdarahan Pervaginam yang belum jelas
penyebabnya
(3) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid
(4) Menggunakan
obat tuberculosis, atau obat untuk epilepsy
(5) Kanker payudara atau riwayat kanker payudara
(6) Sering lupa menggunakan pil
(7) Miom uterus
(8) Riwayat stroke (BPPPK,2010)
4)
Kontrasepsi
Implan
a)
Jenis
kontrasepsi implant :
(1) Noorplant terdiri dari 6 batangsilastik lama
kerjanya 5 tahun
(2) Implanon terdiri dari satu batang putih lentur
dengan lama kerjanya 3 tahun
(3) Jadena dan indoplant terdiri dari 2 batang
dengan lama kerja 3 tahun
b)
Cara kerja
(1) Lendir serviks menjadi kental
(2) Mengganggu proses pembentukan endometrium
sehingga sulit terjadi implantasi
(3) Mengurangi trasnsportasi sperma
(4) Menekan ovulasi
c)
Keuntungan
kontrasepsi
(1) Daya guna tinggi
(2) Perlindungan jangka panjang
(3) Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat
setelah pencabutan
(4) Tidak perlu memerlukan pemeriksaan dalam
(5) Bebas dari pengaruh estrogen
(6) Tidak menggangu kegiatan senggama
(7) Tidak mengganggu ASI
(8) Klien hanyta perlu kembali ke klinik bila ada
keluhan
(9) Dapat dicabut setiap saat dengan kebutuhan
5)
AKDR
dengan Progestin
Jenis AKDR yang mengandung hormone steroid adalah
Prigestase yang mengandung Progesterone dari Mirena yang mengandung
Levonorgestrel.
a)
Cara Kerja
:
(1) Endometrium mengalami tranformasi yang ireguler
sehingga menggangu implantasi
(2) Mencegah terjadinya pembuahan dangan mengeblok
bersatunya ovum dengan sperma
(3) Mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba
falopi
(4) Menginaktifkan sperma
b)
Keuntungan
Kontrasepsi
(1) Efektif dengan proteksi jangka panjang
(2) Tidak mengganggu hubungan suami istri
(3) Tidak berpengaruh terhadap ASI
(4) Kesuburan segera kembali sesudah AKDR diangkat
(5) Efek sampingnya sangat kecil
h. Komplikasi
Pada Masa Nifas
Komplikasi pada masa nifas
menurut Dewi, 2011 yaitu:
a.
Hemoragi
Hemoragi/perdarahan
pasca persalinan dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan pasca persalinan primer dan perdarahan pasca persalinan
sekunder. Perdarahan pasca persalinan primer seperti atonia uteri, sisa
plasenta, laserasi jalan lahir dan gangguan pembekuan darah. Perdarahan pasca
perslinan sekunder seperti sisa konsepsi dan gumpalan darah
b.
Infeksi Masa Nifas
Beberapa bakteri dapat menyebabkan
infeksi setelah persalinan. Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab
tertinggi angka kematian ibu (AKI).
Jenis-jenis infeksi
masa nifas yaitu:
1)
Endometriosis
2)
Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang
dapat terjadi melalui beberapa cara; penyebaran melalui limfe dari luka serviks
yang terinfeksi atau dari endometritis.
3)
Peritonitis dapat berasal dari penyebaran melalui
pembuluh limfe uterus, parametritis yang meluas ke peritoneum.
4)
Infeksi trauma vulva, perineum, vagina dan serviks
5)
Infeksi saluran kemih kejadian infeksi saluran kemih pada masa nifas
relative tinggi dan hal ini dihubungkan dengan hipotoni kandung kemih akibat
trauma kandung kemih saat persalinan, pemeriksaan dalam yang sering,
kontaminasi kuman dari perineum atau kateterisasi yang sering.
6)
Mastitis adalah infeksi payudara. Terjadi akibat
invasi jaringan payudara oleh mikroorganisme infeksius atau adanya cedera
payudara.
c.
Tromboflebitis dan emboli paru
Tromboflebitis superficial (yang terjadi dekat dengan
permukaan) ditandai dengan nyeri tungkai dan teraba hangat pada daerah yang
terkena tromboflebitis.
d.
Hematoma adalah pembengkakan jaringan yang berisi
darah. Hematoma terjadi karena rupture prmbuluh darah spontan atau akibat
trauma.
e.
Depresi pascapartu
i.
Asuhan Sayang Ibu pada Masa
Pascapersalinan
Asuhan sayang ibu
pascapersalinan yaitu:
a.
Anjurkan ibu untuk selalu berdekatan dengan bayinya
b.
Bantu ibu untuk berdekatan dengan bayinya, bantu ibu untuk memberikan ASI
sesuai dengan yang diinginkan bayinya dan ajarkan tentang ASI eksklusif
c.
Ajarkan ibu dan keluarganya nutrisi dan istirahat yang cukup setelah
melahirkan
d.
Anjurkan suami dan anggota keluarganya untuk memeluk bayi dan mensyukuri
kelahiran bayinya
e.
Ajarkan ibu dan keluarganya gejala dan tanda bahaya yang mungkin terjadi
dan anjurkan mereka untuk mencari pertolongan jika timbul masalah atau rasa
khawatir (JNPK-KR, 2008)
Daftar Kunjungan Masa Nifas
Tabel 3
Kunjungan
Nifas
Kunjungan |
Waktu |
Tujuan |
1. |
6-8 jam setelah persalinan |
a. Mencegah perdarahan
masa nifas karena atonia uteri b. Mendeteksi dan
merawat penyebab lain pendarahan. c. Memberi konseling
pada ibu dan keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
uteri. d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan
antara ibu dan bayinya. f. Menjaga bayi tetap
hangat dengan cara mencegah hipotermi. g. Jika petugas
menolong persalinan dirumah, ia harus tetap mengawasi ibu dan BBL untuk 2 jam
pertama post partum dan sampai keadaan stabil. |
2. |
6 hari setelah persalinan |
a. Memastikan involusi
uterus berjalan normal uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, tidak
ada perdarahan abnormal dan tidak ada bau. b. Menilai adanya
tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal. c. Memastikan ibu
mendapat cukup makanan cairan dan istirahat. d. Memastikan ibu
menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda. e. Memberikan
konseling pada ibu dan keluarga mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. |
3 |
2 minggu setelah persalinan |
Sama seperti di atas (6 hari setelah persalinan) |
4 |
6 minggu setelah persalinan |
a. Menanyakan pada ibu
tentang penyakit-penyakit yang ia atau bayi alami. b. Memberikan
konseling KB secara dini dan
imunisasi pada bayi |
(Sumber: Prawirohardjo,
Sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal Neonatal. Jakarta: YBP-SP.)
20.
Diagnosis
Masa
nifas nomal jika involusi uterus, pengeluaran lochea, pengeluaran ASI dan
perubahan sistem tubuh, termasuk keadaan psikologis normal.
a. Keadaan gawat
darurat pada ibu seperti perdarahan, kejang dan panas
b. Adanya
penyulit/masalah ibu yang memerlukan rujukan seperti abses payudara
21. Pengkajian
1.
Anamnesis
Riwayat ibu
1)
Nama, umur
2)
Tanggal
dan tempat tanggal lahir
3)
Penolong
4)
Jenis
pesalinan
5)
Masalah-masalah
selama persalinan
6)
Nyeri
7)
Menyusui
atau tidak.
8)
Keluhan-keluhan
saat ini, misalnya: kesedihan/ depresi, engeluaran pervaginam,
perdarahan/lokea, puting. Payudara.
9)
Rencana
masa datang : kontrasepsi yang akan digunakan.
TABEL 2
PEMERIKSAAN KONDISI IBU
Umum |
Payudara |
Perut/uterus |
Vulva/perineum |
1. Suhu
tubuh 2. Denyut
nadi 3. Tekanan
darah 4. Tanda-tanda
anemia 5. Tanad-tanda
edema/ tromboflebitis 6. Refleks 7. Varises 8. CVAT
(cortical vetrebrata area tendemess) |
1. Puting
susu (pecahm pendek, rata) 2. Nyeri
tekan 3. Abses 4. Pembengkakan/
ASI terhenti 5. Pengeluaran
ASI |
1. Posisi
uterus/ TFU 2. Kontraksi
uterus 3. Ukuran
kandung kemih |
1. Pengeluaran
lokhea 2. Penjahiatn
laserasi/ luka episiotomi 3. Pembengkakan
4. Luka 5. hemoroid |
Sumber : Saifuddin, Abdul Bari, 2009
C.KELUARGA BERENCANA
1. Pertian
Keluarga Berencana
Menurut Undang –undang No. 10/1992 KB adalah upaya
peningkatan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia
sejahtera. Dan menurut WHO. Tindakan yang membantu induvidu/ pasutri untuk : Mendapatkan
objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak dinginkan,
mendapatkan kelahiran yang dinginkan, mengatur interval antara kehamilan dan
menentukan jumlah anak dalam keluarga. ( Anggraini Yetti, 2011)
2. Tujuan
Program KB
a. Tujuan umum
Membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu
keluarga dengan cara pengaturan kehamilan anak, agar diperoleh suatu keluarga
bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
b. Tujuan KB berdasarkan RENSTRA
2005-2009 meliputi :
a)
Keluarga
dengan anak ideal
b)
Keluarga
sehat
c)
Keluarga
berkependidikan
d)
Keluarga
sejahtera
e)
Keluarga
berketahanan
f)
Keluarga
yang terpenuhi hak-hak reproduksinya
g)
Penduduk
tumbuh seimbang . ( Anggraini Yetti, 2011)
3. Klasifikasi
Persyaratan Medis
Menurut (
Saifuddin, 2010) keadaan atau kondisi yang mempengaruhi persyaratan medis
dalam setiap metode kontrasepsi yang
tidak permanen dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu :
1)
Kondisi
dimana tidak ada pembatasan apapun dalam penggunaan kontrasepsi.
2)
Penggunaan
kontrasepsi lebih besar manfaatnya
dibandingkan dengan resiko yang diperkirakan akan terjadi.
3)
Resiko
yang diperkirakan lebih besar dari pada manfaat penggunaan kontrasepsi.
4)
Resiko
akan terjadi jika metode kontrasepsi digunakan.
5)
Kategori 1
dan 4 menunjukkan bahwa metode kontrasepsi dapat digunakan. Kategori ke 2
menunjukkan bahwa metode kontrasepsi tersebut dapat digunakan namun membutuhkan
tindakan lanjut secara seksama. Kategori 3 memerlukan penilaian klinik dan
akses pelayanan klinik yang baik.
4.
Jenis-Jenis Alat Kontrasepsi
Estrogen dan progesteron memberikan umpan balik
terhadap kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan
terhadap perkembangan folikel dan proses ovulasi. Melalui hipotalamus dan
hipofisis, esterogen dapat menghambat pengeluaran follicle stimulating
hormone (FSH) sehingga perkembangan dan kematangan folikel de Graaf
tidak terjadi. Di samping itu progesterone dapat menghambat pengeluaran hormone
luteinizing (LH). Esterogen mempercepat peristaltik tuba sehingga hasil
kontrasepsi mencapai uterus-endometrium yang belum siap untuk menerima
implantasi.
a.
Kontrasepsi Hormonal Pil
Berbagai pabrik farmasi terdapat
perbandingan kekuatan estrogenik (lebih dominan estrogen) atau progesterogenik
(dominan progesterone), melalui penilaian siklus menstruasi.
Keuntungan dan
kerugian memakai KB pil
Keutungan KB pil
diantaranya:
1)
Bila minum pil sesuai dengan aturan dijamin 100%.
2)
Dapat dipakai pengobatan terhadap beberapa masalah :
a)
Ketegangan menjelang menstruasi.
b)
Perdarahan menstruasi yang tidak teratur.
c)
Nyeri saat menstruasi.
d)
Pengobatan pasangan mandul.
e)
Pengobatan penyakit endometriosis.
3)
Dapat meningkatkan libido.
Kerugian KB pil
diantaranya:
1)
Harus minum pil secara teratur.
2)
Dalam waktu panjang dapat menekan fungsi ovarium.
3)
Penyulit ringan (berat badan bertambah, rambut rontok, tumbuh akne, mual
sampai muntah).
4)
Memengaruhi fungsi hati dan ginjal.
Jenis-jenis pil KB
yaitu:
1)
Pil kombinasi, sejak semula telah terdapat kombinasi komponen progesterone
dan esterogen.
2)
Pil sekuensial, pil ini mengandung komponen yang disesuaikan dengan sistem
hormonal tubuh. Dua belas pil pertama hanya mengandung esterogen, pil
ketigabelas dan seterusnya merupakan kombinasi.
3)
Progesteron, pil ini hanya mengandung progesterone dan digunakan ibu
postpartum.
4)
After morning pil, pil ini digunakan segera setelah hubungan seksual.
b.
Kontrasepsi hormonal suntikan
Waktu pemberian KB
suntikan adalah pasca-persalinan (segera ketika masih dirumah sakit, jadwal
suntikan berikutnya), pasca-abortus (segera setelah perawatan, jadwal waktu
suntikan diperhitungkan), dan interval (hari kelima menstruasi, jadwal waktu
diperhitungkan dengan pedoman Depoprovera (interval 12 minggu), Norigest
(interval 8 minggu) dan Cyclofem (interval 4 minggu).
c.
Kontrasepsi Hormonal Susuk (Norplant atau Impalnt)
Prinsip pemasangan
susuk KB adalah dipasang pada lengan kiri atas. Konsep mekanisme kerjanya
sebagai progesteron yang menghalangi pengeluaran LH sehingga tidak terjadi
ovulasi, mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa, dan
menyebbakan situasi endometrium tidak siap menjadi tempat nidasi.
Keuntungan KB susuk yaitu: kontrol
medis ringan, dapat dilayani didaerah pedesaan, penyulit medis tidak terlalu
tinggi, biaya murah dan jangka waktu panjang, sedangkan kerugian KB susuk
yaitu: menimbulkan gangguan menstruasi, yaitu tidak mendapat menstruasi dan
terjadi perdarahan yang tidak teratur, berat badan bertambah, menimbulkan akne,
ketegangan payudara, danliang senggama terasa kering.
d.
Kontrasepsi AKDR
AKDR merupakan
alat kontraspsi yang dimasukkan ke dalam rahim dan memiliki sambungan ke
serviks berupa untaian benang. Benang-benang ini memudahkan memeriksa alat
kontrasepsi dan pelepasan alat kontrasepsi. Ada dua jenis AKDR yakni yang
mengandung obat dan tidak mengandung obat.
Mekanisme kerja AKDR belum diketahui
secara pasti, tetapi cara kerjanya bersifat lokal. Sebagai bukti dapat dijumpai
kehamilan dengan AKDR, AKDR dalam keadaan kolaps membuat suasana pada fundus
uteri menjadi normal dan siap menerima konsepsi. Mekanisme kerja lokal AKDR
sebagai berikut :
1)
AKDR merupakan benda asing dalam rahim sehingga menimbulkan reaksi benda
asing dengan timbunan leukosit, makrofag, dan limfosit.
2)
AKDR menimbulkan perubahan pengeluaran cairan, prostaglandin, yang
menghalangi kapasitas spermatozoa.
3)
Pemadatan endometrium oleh leukosit, makrofag, dan limfosit menyebabkan
blastokistidak mampu melaksanakan nidasi.
4)
Ion Cu yang dikeluarkan AKDR dengan Cupper menyebabkan gangguan gerak
spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan untuk melaksanakan konsepsi.
Keuntungan AKDR yaitu :
1)
Pemasangan tidak memerlukan medis teknis yang sulit.
2)
Kontrol medis yang ringan.
3)
Penyulit tidak terlalu berat.
4)
Pulihnya kesuburan setelah AKDR dicabut berlangsung baik.
Kerugian AKDR yaitu:
1)
Masih terjadi kehamilan di AKDR in situ.
2)
Terdapat perdahan (spotting dan menometroragia).
3)
Leukorea, sehingga menguras protein tubuh dan liang senggama terasa lebih
basah.
4)
Dapat terjadi infeksi.
5)
Tingkat akhir infeksi menimbulkan kemandulan primer atau sekunder dan
kehamilan ektopik.
6)
Tali AKDR dapat menimbulkan perlukaan portio uteri dan mengganggu hubungan
seksual (Manuaba, 2012).
5.
Metode Kontrasepsi suntik progrestin
a.
Profil
a)
Sangat efektif
b)
Aman
c)
Dapat dipakai oleh semua perempuan dalam usia reproduksi
d)
Kembalinya kesuburan lebih lambat, rata-rata 4 bulan
e)
Cocok untuk masa laktasi karena tidak menekan prodksi ASI (Saifuddin,
2010).
b.
Jenis
Tersedia
2 jenis kontrasepsi suntikan yang hanya mengandung progrestin, yaitu:
1)
Depo medroksiprogesteron aseta (depoprovera),mengandung 150 mg DMPA. Yang diberikan
setiap 3 bulan dengan cara disuntikan intramuskular (didaerah bokong)
2)
Depo noretisteron enantat (Depo Noristerat), mengandung 200 mg Noretindron
enantat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuscular.
c.
Cara kerja
1)
Mencegah ovulasi
2)
Mengentalkan lender serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma.
3)
Menjadikan selaput lendir tipis dan atropi
4)
Menghambat transportasi gamet oleh tuba. (Saifuddin, 2010)
d.
Efektivitas
Kedua
kontrasepsi tersebut memiliki efektivitas yang tinggi. Dengan 0.3 kehamilan per
100 perempuan per tahun. Asal penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai
jadwal yang telah ditentukan. (Saifuddin, 2010)
e.
Keuntungan
1)
Sangat efektif.
2)
Pencegahan kehamilan jangka panjang.
3)
Tidak berpengaruh pada hubungan suami-istri.
4)
Tidak mengandung ekstrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap
penyakit jantung, dan ganggauan pembekuan darah.
5)
Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI.
6)
Sedikit efek samping.
7)
Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.
8)
Dapat digunakan oleh perempuan usia >35 tahun sampai perimenopause.
9)
Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik.
10)Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara.
11)Mencegah beberapa penyakit radang panggul.
12)Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sikle
sell). (Saifuddin, 2010)
f.
Keterbatasan
1)
Sering ditemukan gangguan haid, seperti:
a)
Siklus haid yang memendek atau memanjang.
b)
Perdarahan yang banyak atau sedikit
c)
Perdarahan tidak teratur atau perdaran bercak (spotting)
d)
Tidak haid sama sekali
2)
Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus
kembali untuk suntikan)
3)
Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikutnya.
4)
Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering.
5)
Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual,
hepatitis B virus, atau infeksi virus HIV.
6)
Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian.
7)
Terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terrjadinya kerusakan/kelainan
pada organ genetalia, melainkan karena
belum habisnya pelepasan obat suntikan
dari deponya (tempat suntikan).
8)
Terjadi perubahan pada lipid serum pada gangguan jangka panjang.
9)
Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurukan kepadatan tulang.
10)Pada gangguan jangka panjang dapat menimbulkan
kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi jangka (jarang),
sakit kepala, nervositas, jerawat. (Saifuddin, 2010)
g.
Yang dapat menggunakan kontrasepsi suntikan progrestin
1)
Usia reproduksi.
2)
Nulipara dan yang telah memiliki anak.
3)
Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektivitas tinggi.
4)
Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.
5)
Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
6)
Setelah abortus atau keguguran.
7)
Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi.
8)
Perokok.
9)
Tekanan darah < 180/110 mmHg. Dengan masalah pembekuan darah atau anemia
bulan sabit.
10)Menggunakan obat untuk epilepsy (finotoin dan
barbiturat) atau obat tuberculosis (rifampisin)
11)Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung
estrogen.
12)Sering lupa menggunakan pil konrasepsi.
13)Anemia difiensi besi.
14)Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak
boleh menggunakan pil kontrasepsi kombinasi. (Saifuddin, 2010)
h.
Yang tidak boleh menggunakan kontrassepsi suntikan progrestin
1)
Hamil atau dicurigai hamil (resiko cacat pada janin 7 per 100.000
kelahiran).
2)
Perdarrahan pervagina yang belum jelas penyebabnya.
3)
Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama amenorea.
4)
Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
5)
Diabetes millitus disertai komplikasi (Saifuddin, 2010).
i.
Waktu mulai menggunakan kontrasepsi
1)
Setiap saat selama siklus haid, asal ibu tersebut tidak hamil.
2)
Mulai hari pertama sampai hari ketujuh siklus haid.
3)
Pada ibu yang tidak haid, injeksi pertama dapat diberikan setiap saat,
asalkan saja ibu tersebut tidak hamil, Selama 7 hari setelah suntikan tidak
boleh melakukan hubungan seksual.
4)
Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti dengan
kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah menggunakan kontrasepsi hormonal
sebelumnya secara benar, dan ibu tersebut tidak hamil, sumtikan pertama dapat
diberikan. Tidak perlu menunggu sampai haid berikutnya datang.
5)
Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain dan ingin
menggantinya dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi, kontrasepsi
suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadual kontrasepsi suntikan yang
sebelumnya.
6)
Ibu yang menggunakan kontrasepsi nonhormonal dan ingin mengantinya dengan
kontrsepsi hormonal, suntikan pertama kontrapsi hormonal yang akan diberikan
dapat segera diberikan, asal saja ibu terseebut tidak hamil, dan pemberiannya
tidak perlu menunggu haid berikutnya datang. Bila ibu disuntik pada hari ke-7
haid, ibu tersebut selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan
hubungan seksual.
7)
Ibu ingin menggantikan AKDR dengan kontrasepsi hormonal. Suntikan pertama
dapat diberikan pada hari pertama sampai hari ke-7 haid, atau dapat diberikan
setiap saat setelah hari ke-7 haid, asal saja yakin ibu tersebut tidak hamil.
8)
Ibu tidak haid atau ibu dengan perdarahan tidak teratur. Suntikan pertama dapat diberikan setiap saat,
asal saja ibu tersebut tidak hamil, dan selama hari setelah suntikan tidak
boleh melakukan hubungan seksual. (Saifuddin, 2010)
j.
Cara penggunaan kontrasepsi
1)
Kontrasepsi suntikan DMPA diberika setiap 3 bulan dengan cara disuntik
intramukular dalam pada daerah pantat. Apabila suntikan diberikan terlalu
dangkal, penyerapan kontrasepsi suntikan akan lambat dan tidak bisa bekerja
segera dan efektif. Suntikan diberikan setiap 90 hari. Pemberian kontrasepsi
suntikan Noristerat untuk 3 injeksi berikutnya diberikan setiap 8 minggu. Mulai
dengan injeksi kelima diberikan setiap 12 minggu.
2)
Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol yang telah dibasahi
oleh etil/isopropil alkohol 60-90%. Biarkan kulit kering sebelum disuntik.
Setelah kulit kering baru disuntik.
3)
Kocok dengan baik, dan hindari adanya gelembung-gelembung udara.
Kontrasepsi suntik tidak perlu didinginkan. Bila terdapat endapan putih pada
dasar ampul, upayakan menghilangkannya dengan menghangatkanya (Saifuddin,
2010).
6. Standar Asuhan Kebidanan
1.
Standar Asuhan Kebidanan
Menurut
KEPMENKES Nomor 938/Meknkes/SK/VIII/2007, adalah sebagai berikut:
Standar I: Pengkajian
Pernyataan standar: Bidan mengumpulkan
semua informasi yang akurat, relevan dan lengkap adri semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien.
Kriteria pengkajian:
a.
Data tepat, akurat dan lengkap.
b.
Terdiri dari data subyektif (hasil anamnesa, biodata, keluhan utama,
riwayat obstetri, riwayat kesehaatn dan latar belakang sosial budaya).
c.
Data obyektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksan
penunjang).
Standar II: Perumusan diagnosis atau masalah
kebidanan
Pernyataan Standar:
Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian, menginterprestrasikan
secara akurat dan logis untuk menegakan diagnosis dan masalah kebidanan yang
tepat.
Kriteria perumusan
diagnosis atu masalah kebidanan:
a.
Diagnosis sesuai dengan nomenklatur kebidanan.
b.
Masaalh dirumuskan dengan kondisi pasien.
c.
Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan seacra mandiri, kolaborasi dan
rujukan.
Standar III: Perencanaan
Pernyataan Standar: Bidan merencanakan
asuhan kebidanan berdasarkan diagnosis dan amsalh yang ditegakkan.
Kriteria perencanaan:
a.
Rencana tndakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien,
tindakan segera, tndakan antisipasi dan asuhan secara komprehensif.
b.
Melibatkan klien/ pasien dan atau keluarga.
c.
Mempertimbangkan kondisi psikolgis, sosial budaya, klien/keluarga.
d.
Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien yang
berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat
untuk klien.
e.
Mempertimbangkan kebijakan dan
peraturan yang berlaku, sumber daya serta fasilitas yang ada.
Standar IV: Implementasi
Pernyataan:
Bidan melaksanakan rencana asuhan secara komprehensif, efektif, efesien dan
aman berdasarkan evidence based kepada klien/ pasien, dalam bentuk upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan.
Kriteria:
a.
Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk
bio-psiko-sosial-spiritual-kultural.
b.
Setiap tindakan harus mendapatkan tindakan persetujuan dari klien dan atau
keluarganya (informed consent).
c.
Melkaukan indakan asuhan berdasarkan evidance
based.
d.
Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan.
e.
Menjaga privacy klien/pasien.
f.
Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi.
g.
Mengikuti perkembangan kondis klien secara berkesinambungan.
h.
Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai.
i.
Melakukan tindakan sesuai standar.
j.
Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.
Standar V: Evaluasi
Pernyataan:
Bidan melakukan evaluasi secarasistematis dan berkesinambungan untuk melihat
keefektifan dari asuahan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan
perkembangan kondisi klien.
Kriteria:
a.
Penilaian dilakukan segera setelah selesai melakukan asuhan sesuai kondisi
klien.
b.
Hasil evaluassi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan atau
keluarga.
c.
Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.
d.
Hasil evaluasi ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien.
Standar VI: Pencatatan Asuhan Kebidanan
Pernyataan:
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akuarat, singkat dan jelas mengenai
keadaan/kejadain yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan
kebidanan.
Kriteria:
a.
Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuahan pada formulir yang
tersedia (Rekam Medis/KMS/Status pasien/Buku KIA).
b.
Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP.
c.
S adalah data subyektif, mencatat hassil anamnesis.
d.
O adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan.
e.
A adalah analisis, mencatat diagnosis dan masalah kebidanan.
f.
P adalah perencanaan, mencatat seluruh hasil perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan
segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukunagn, kolaborasi,
evaluasi,follow up dan rujukan.
2.
Manajemen Kebidanan Menurut Helen Varney (1997)
Varney (1997) menjelaskan bahwa proses menejemen
merupakan proses pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat dan bidan pada
awal tahun 1970an. Proses ini memperkenalkan sebuah metide dengan
pengorganisasian, pemikiran dan tindakan-tindakan dengan urutan ynag logis dan
menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan.
Proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yanng berurutan dan
setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan
data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk
suatu kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan
tetapi, setiap langkah dapat diyraikan lagi menjadi lankah-langkah yang lebih
rinci dan ini bisa berubah sesuai dengan kebutuhan klien. Langkah-langkah
tersebut adalah ssebagai berikut:
Langkah 1: Pengumpulan data dasar
Pada langkah ini
dilakukan pengkajian dengan mengmpulkan semua data yang diperlukan untuk
mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu:
a.
Riwayat Kesehatan.
b.
Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya.
c.
Meninjau catatan atau catatan sebelumnya.
d.
Meninjau data leboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi.
Langkah 2: Interprestasi data dasar
Pada langkah ini
dilakukan identifikassi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan interprestasi yang benar atas dasar data-data yang
telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterprestasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnosis yang spesifik.
Standar nomenklatur diagnosis kebidanan tersebut adalah:
a.
Diakui dan telah disyahkan oleh profesi.
b.
Berhubungan langsung dengan praktis kebidanan.
c.
Memiliki ciri khas kebidanan.
d.
Didukung oleh Clinical Judgement dalam
praktik kebidanan.
e.
Dapat diselesaikan dengan oendekatan menejemen kebidanan.
Langkah 3: Mengidentifikasikan diagnosis atau
masalah potensial
Pada langkah ini
kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan dignosis yang telah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan
dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien. Bidan diharapkan dapat
bersap-siap bila diagnosis/masalah potensial ini benar-benar terjadi.
Langkah 4: Mengidentifikasikan dann menetapkan kebutuhan yang memerlukan
penangan segera.
Mengidentifikasi
perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/ atau dikonsultasikan atau
ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klaien. Langkah keempat ini
kesimambungan dari proses menejemen kebidanan. Jadi menejemn bukan hanya selama
asuhan wanita tersebut bersama bidan terus-menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan.
Langkah 5: Merencanakan asuhan yang menyeluruh.
Pada langkah ini
dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan langkah-langkah sebelumnya.
Langkah ini merupakn kelanjutan menejemen terhadap diagnosis atau masalah yang
telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar
yang tidak tidak lengkapi.
Langkah 6: Melaksanakan perencanaan,
Pada langkah ini,
rencana asuhan yang menyeluruh di langkah kelima harus dilaksanakan secara
efesien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim
kesehatan lainnya.
Langkah 7: Evaluasi
Pada langkah ini
dilakukan evaluasi keefektifan dsri asuhan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi di dalam masalah dan
diagnosis. Recana tersebut dapat dianggap efektifi jika memang benar efektif
dalam pealksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian belum efektif
1. Manajemen
Kebidanan Dengan Metode SOAP
Pendokumentasian atau catatan
manajemen kebidananan dapat diterapkan dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S
adalah data Subjekktif, O adalah data Objektif, A adalah Analysis/Assesment dan
P adalah Planning. Merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan
singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran,
penatalaksanaan manajemen kebidanan.
S (Data Subjektif)
Data subjektif (S), merupakan
pendomkumentasainmanajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama
(pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. Data
subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandng pasien. Ekspresi
pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan
langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis.
O (Data Objektif)
Data objektif (O) merupakan
pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varneypertama (pengkajian
data) terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari
pemeriksaan pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain.
Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukan dalam
data objektif ini. Dan ini akan memberikan bukti gelaja klinis pasien dan fakta
yang berhubung dengan diagnosis.
A (Assessment)
A (Analysis/Assessment),
merupakan pendokumentasian hasil analisis dan ineterprestasi (kesimpulan) dari
data subjektif dan objektif. Dalam pendokumentasian manajement kebidanan,
karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan
ditemukan infoemasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses
pengkajian data akan menjadi sangat dinamis.
P (planing)
Planning
Planning/perencanaan, adalah membuat
asuhan rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun
berdasarkan hasil analisis dan interprestasi data. Rencana asuhan ini bertujuan
untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraannya. Meskipun secara istilah P adalah
planning/perencanaan saja, namaun P dalam metode SOAP ini juga merupakan
gambaran pendokumentasian implementasi dan evaluasi. Dengan kata lain P dalam
SOAP meliputi pendokumentasian manajemen kebidanan menurut helen varney langkah
kelima, keenam, dan ketujuh.
Sistem Pengumpulan
Data Rekam Medik
Sistem pengumpulan data rekam medik
bidan praktik swasta/mandiri. Pencatatan dan pengumpulan data di bidan praktek
swasta/mandiri tercatat dalam beberapa formulir dan buku rekam medis. Pada
umumnya pelayanan kesehatan yang diberikan di sebuah BPS/BPM adalah pelayanan
KIA dan oealyanan rawat inap untuk perslinan. Sesuai dengan pealyanan yang
diberikan, BPS mempunyai kewajiban untuk membuat pencsatatn dan pealopran.
Pencatatan dan pelaoran meliputi semua klien yang dilayani, dimasukan dalam
beberapa formulir, diantaranya kartu ibu, status ibu, informed consent, buku
KIA, lembar observasi, persetujuan tindakan medis, kartu anak, status anak,
kartu peserta KB, kartu status peserta KB, dan kartu persetujuan KB.
(Muslihatun, 2009)
C. Kerangka Pemecahan Masalah/Kerangka Pikir
1.
Pengertian Keluarga Berencana
Menurut Undang-undang No. 10/1992
KB adalah upaya peningkatan kepedulian
masyarakat dalam mewujudakn keluarga kecil yang bahagia sejahtera.
Dan menurut WHO (expert Committe,
1970), tindakan yang membantu individu/ pasutri untuk : Mendapatkan
objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak dinginkan,
mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan
menentukan jumlah anak dalam keluarga. (Anggaini, Yetti, 2011)
2. Jenis-jenis
alat kontrasepsi
1) Kontrasepsi
Hormonal Pil
2) Kontrasepsi
Hormonal Suntikan
3) Kontrasepsi
Susuk
4) Kontrasepsi
AKDR
3. Metode
Kontrasepsi suntik progrestin
a.
Profil
a)
Sangat efektif
b)
Aman
c)
Dapat dipakai oleh semua perempuan dalam usia reproduksi
d)
Kembalinya kesuburan lebih lambat, rata-rata 4 bulan
b.
Cocok untuk masa laktasi karena tidak menekan prodksi ASI Jenis
Tersedia
2 jenis kontrasepsi suntikan yang hanya mengandung progrestin, yaitu:
a)
Depo medroksiprogesteron aseta (depoprovera), mengan-dung 150 mg DMPA. Yang diberikan setiap 3 bulan
dengan cara disuntikan intramuskular (didaerah bokong).
e)
Depo noretisteron enantat (Depo Noristerat), mengandung 200 mg Noretindron
enantat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuscular
(Saifuddin, 2010).
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan adalah observasi/pengamatan dengan rancangan Continuity of care
(kehamilan, persalinan, nifas dan KB).
B.
Lokasi dan Waktu Penelitian
1.
Lokasi Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di BPM Sulistiawati
Pekalongan Lampung Timur.
2.
Waktu Penelitian
e.
Kehamilan : tanggal
04 April 2016 – 27 April 2016
f.
Persalinan : tanggal 018 Mei
2016
g.
Nifas : tanggal 18 Mei 2016 – 03
Juni 2016
h.
KB : tanggal 03 Juni 2016 – 11 Juni 2016
C.
Teknik Menentukan Sasaran Asuhan
Sasaran
asuhan ibu hamil dari usia kehamilan
35 minggu sampai Bersalin, Nifas dan KB dan mendapatkan
persetujuan dari pasien pembimbing akademik dan pembimbing lahan.
D.
Managemen Kebidanan
Manajemen
kebidanan yang digunakan adalah SOAP dengan pola pikir varney dengan penjelasan sebagai
berikut:
1. Pengumpulan
data dasar
Pada
langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan
untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu:
a. Riwayat
kesehatan
b. Pemeriksaan
fisik sesuai dengan kebutuhan
c. Meninjau
catatan terbaru atau catatan sebelumnya
d. Meninjau data
laboratorium dan membandingkannya dengan hasil study
Pada
langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang
lengkap. Bila klien mengajukan komplikasi yang perlu dikonsutasikan kepada
dokter dalam manajemen kolaborasi bidan
akan melakukan konsultasi.
2. Interpretasi
data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar
atas dasar data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan
diinterpretasikan sehingga ditemukan
masalah atau diagnosa yang spesifik. Diagnosa kebidanan, yaitu diagnosa yang ditegakkan oleh profesi (bidan)
dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur (tata nama)
diagnosis kebidanan. Standar nomenklatur diagnosis kebidanan adalah:
a. Diakui dan
telah disyahkan oleh profesi
b. Berhubungan
langsung dengan praktek kebidanan
c. Memiliki cirri
khas kebidanan
Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
3. Mengidentifikasi
diagnosis atau masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang telah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharpkan dapat bersiap-siap bila
diagnosis/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting
sekali melakukan asuhan yang aman.
4. Mengidentifikasi
dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan/ atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisin klien. Langkah keempat mencerminkan
kesinambungan dari proses manajemen kebidnan. Jadi manajemen bukan hanya selama
asuhan primer periodic atau kunjungan perinatal saja, tetapi juga pada selama
wanita tersebut bersama bidan terus menerus, misalnya pada waktu wanita
tersebut dalam persalinan.
5. Merencanakan
asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi,
pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi
terhadap wanita tersebut seperti apa
yang diperkirakan akan terjadi berikutnya , apakah dibutuhkan penyuluhan,
konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah uang
berkaitan dengan social ekonomi, cultural atau masalah psikologis.
6. Melaksanakan
perencanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah kelima
harus dilaksanakan secara efesien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan
oleh bidan dan sebagaian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan
lainnya.
7. Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi
keefektifan dari asuhan yang suddah diberikan meliputi pemenuhan
kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosis.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam
pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut lebih efektif
sedang sebagian belum efektif.
Pendokumentasian atau catatan manajemen
kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP yaitu
1.
S (Data Subjektif)
Data
subjektif (S), merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen
varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh dari
anamnesis. Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang
pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhaawatiran dan keluhannya yang dicatat
sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan
diagnosis. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan
disusun. Pada pasien bisu, dibagian data di belakang huruf “S”, diberi tanda
huruf “O” atau “X’. tanda ini akan menjelaskan bahwa pasien adalah penderita
tuna wisma.
2.
O (Data Objektif)
Data
objektif (O), merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut helen
varney pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui hasil
observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnostic
lainnya. Catatan medic dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat
dimasukkan dalam data objektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala
klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnostik.
3.
A (Analysis/Assesment)
merupakan pendokumentasian
hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
Dalam pendokumentasian manajemen kebidanan, karena keadaan pasien yang
setiapsaat bisa mengalami perubaha, dan akan ditemukan informasi baru dalam
data subjektif maupun data objektif, maka proses pengkajian data akan menjadi
sangat dinamis.
4.
P (Planning)
perencanaan
adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan
disusun berdasarkan hasi analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini
bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai
criteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu. Tindakan yang
akan dilaksanakan harus membantu pasien dalam mencapai kemajuan dan harus
sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain, antara lain dokter.
Meskipun secara istilah, P adalah planning/perencanaan
saja, namun P dalam metode SOAP ini juga merupakan gambaran pendokumentasian
implementasi dan evaluasi. Dengan kata lain, P dalam SOAP meliputi
pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen varney langkah kelima,
keenam dan ketujuh.
E.
Persetujuan Etik
Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapat rekomendasi
Akademi Kebidanan Patriot Bangsa Husada yang tembusannya di sampaikan ke Bidan
Sulistiawati. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian dengan
menekankan masalah etik yang meliputi :
Informed consent, informed choice dan Kontrak Kegiatan.
Informed
consent atau lembar persetujuan di berikan kepada subyek yang akan di teliti.
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dilakukan asuhan kebidanan
berkelanjutan. Jika subyek setuju maka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut.
BAB IV
ASUHAN KEBIDANAN PADA PERSALINAN CONTINUITY OF
CARE TERHADAP NY. D
DI BPM SULISTIAWATI
PEKALONGAN
LAMPUNG TIMUR
DATA SUBYEKTIF
1.
Identitas / Biodata
Nama Istri : Ny. D Nama Suami : Tn. S
Umur : 23 tahun Umur : 23 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMK
Pekerjaan : karyawan Pekerjaan :
Karyawan
Alamat : Pekalongan Alamat : Pekalongan
2.
Anamnesa Pada Tanggal 18 Mei 2016
Pukul : 16.00
WIB
a.
Keluhan utama saat masuk
Ibu
datang mengatakan hamil anak pertama, belum pernah mengalami keguguran dengan
usia kehamilan 9 bulan, mengeluh perut mulas dan nyeri dari perut bawah
menjalar ke pinggang sejak pukul 07.00
WIB,
Keluhan
sejak kunjungan terakhir :
Ibu
mengatakan terasa pegal-pegal pada daerah pinggang dan ibu merasa cemas karena
akan menjalani proses persalinan.
b.
Tanda-tanda
Persalinan
1) His : ada
2) Sejak
tanggal : 18 Maret 2015
3) Pukul : 07.00 WIB
4) Frekuensi
: 2 x setiap 10 menit
5) Lamanya : 20-30 detik,
6) Kekuatan
: sedang
7) Lokasi
ketidanyamanan : punggung dan
perut
c.
Pengeluaran
Pervaginam
1) Darah
lendir : ada
2) Air
ketuban : utuh
Jumlah :
-
Warna :
-
3) Darah : -
Jumlah :
-
Warna :
-
d.
Masalah-masalah khusus
Tanyakan
hal-hal yang berhubungan dengan faktor resiko / predisposisi maupun resiko
tinggi yang dialami : tidak ada
e.
Riwayat
Kehamilan Sekarang
1)
HPHT :
23-08-2015
2)
Haid bulan sebelumnya :
20-07-2015
3)
Lamanya :
5-6 hari
4)
Siklus :
28 hari
5)
ANC :
Teratur
6)
Frekuensi :
7 kali
7)
Di :
BPM
8)
Kelainan/Gangguan :
Tidak ada
f.
Riwayat
Imunisasi :
TT1 :
pada tanggal 28 juli 2015
TT2
:
pada tanggal 20 januari 2016
g.
Riwayat
Kehamilan, Persalinan yang lalu
Hamil Ke - |
Tahun Lahir |
Lama danJenis Persalinan |
Penyulit Komplikasi |
Penolong Dan Tempat |
BBL |
Keadaan Anak |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
h.
Pergerakan janin dalam 24
jam terakhir : teratur ± 10 kali /
24 jam
i.
Makan dan minum terahir : 11.00 WIB
j.
Buang air besar terahir : 18.00 WIB
k.
Buang air kecil terahir :16.00 WIB
l.
Pola istirahat dan Tidur
Pola istirahat dan tidur :
Tidak ada perubahan antara sebelum hamil dan selama hamil. Tidur malam pada pukul 21.00 – 05.00 (8 jam) Tidur
siang sekitar 2 jam (kadang-kadang).
m. Psikologis
Ibu cemas menghadapi persalinannya, karena ini merupakan
persalinan yang pertama.
n.
Keluhan lain-lain : Tidak ada
I.
DATA OBJEKTIF
1. Keadaan
Umum : baik Kesadaran :
composmentis
2. Status
Emosional : cemas
3. Tanda
Vital :
Tekanan Darah :
110/80 mmHg
Nadi :
78x/menit
Pernafasan :
20x/menit
Suhu :
36,0 oC
4.
TP :
30 Mei 2016
5.
Pemeriksaan Fisik
a. Rambut :
bersih , tidak ada ketombe
b. Muka
Oedema : tidak ada
Kelopak mata : simetris, tidak odem
Conjungtiva : merah muda
Sklera : an ikterik
c. Leher
Pembesaran kelenjar thyroid : tidak ada
Kelenjar getah bening : pembesaran :
tidak ada
d. Dada
Payudara : simetris
puting susu
:
menojol
colostrum :
tidak ada
e. Ektermitas
atas dan bawah
Oedema tangan dan kaki : tidak ada
f. Abdomen
Bekas luka :
tidak ada
Pembesaran :
sesuai usia kehamilan
Konsistensi :
keras
Kandung kemih :
kosong
6. Pemeriksaan
Kebidanan
a. Palpasi
Uterus
Leopold I :
TFU 3 jari bawah Proc-Xypoideus.
Fundus teraba lunak, tidak melenting yang
berarti
bokong.
Leopold II :Teraba
bagian kanan memanjang, keras seperti
papan (punggung) dan bagian kiri teraba
kecil-kecil
(Ekstremitas).
Leopold III :Bagian
terendah teraba bagian keras bundar
dan
melenting (berarti kepala) dan sudah memasuki
PAP.
Leopold IV :
Divergen
Penurunan :
3/5
Mc donald
: 28 cm
TBJ :
2635 gram
Kontraksi :
ada, sedang
Frekuensi :
3x/10 menit selama 35 detik
b. Auskultasi
Denyut jantung fetus : ada, teratur
Frekuensi :
148 x/menit, teratur
Punctum maximun
: 3 jari bawah pusat
menyerong ke kanan
c. Ano-genital
Vulva Vagina :
warna : kemerahan
luka : tidak
varises
: tidak ada
Pengeluaran pervaginam : bloodslim
Warna :
merah muda
Konsistensi :
kental
Jumlah :
5 cc
Anus : hemoroid :
tidak ada
d. Pemeriksaan
dalam, atas indikasi untuk memantau kemajuan persalinan Pukul 16.00 WIB
Dinding vagina :
normal
Portio :
tipis
Pembukaan serviks : 4 cm
Posisi portio :
anteflexi
Konsistensi :
lunak
Ketuban :
utuh
Presentasi fetus : kepala
Penurunan bagian terendah : hodge II
Imbang feto pelvik : imbang
7. Pemeriksaan
Laboratorium
Darah :
Hb : 12
Urine :
Protein : -
Glukosa :
-
8. Lembar
Partograf : Terlampir
II.
ANALISA DATA
Diagnosa : G1P0A0
usia kehamilan 38 minggu inpartu kala 1
Masalah : ganguan rasa cemas
sehubungan dengan persalinan
Kebutuhan : Memberi dukungan
psikologis kepada ibu.
III.
PERENCANAAN
1. Jelaskan pada ibu kondisinya saat ini,
Menjelaskan tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan bahwa TTV ibu normal
dengan
TD : 100/80 mmHg,
RR : 20 x/menit,
Pols : 78 x/menit,
Temp : 36,0oC
Menjelaskan keadaan umum ibu baik dan ibu bahwa saat ini
memasuki proses persalinan dengan tanda-tanda persalinan, yaitu mulas pada
perut bagian bawah, keluar cairan lendir pada vagina dan pembukaan 4 cm.
Ibu
mengerti tentang kondisinya saat ini, bahwa ibu sedang menjalani proses persalinan.
2. Berikan posisi yang nyaman dan
teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri, melakukan perubahan posisi sesuai
dengan keinginan ibu dan menyarankan posisi yang lebih nyaman seperti miring
kiri. Menjelaskan pada ibu bahwa ibu harus mengatur posisi miring kekiri
Ibu sudah mengerti dengan memilih
posisi tidur miring kiri
3.
Siap fisik dan psikis ibu dalam mengahadapi
persalinan, menghadirkan suami atau keluarga, suami dan ibu mertua sudah ada
mendampingi ibu di ruang persalinan.
Menjelaskan pada ibu bahwa saat ibu bersalin akan ada
salah satu keluarganya yang menemani
Ibu mengerti dan ibu kandungnya bersedia untuk menemani
4. Siapkan alat-alat untuk
persalinan, menyiapkan partus set, hecting set dan infuse set serta alat
resusitasi dengan memperhatikan teknik septic dan antiseptic pada kamar
persalinan, Alat-alat persalinan telah disterilisasi dan siap digunakan untuk
menolong persalinan.
5.
Observasi persalinan kala I dengan
menggunakan lembar partograf, mengobservasi dan menilai menggunakan partograf.
Pukul 16.00 WIB ibu datang dan di lakukan pemeriksaan dalam dengan pembukaan 4
cm. lakukan observasi ulang karena ketuban sudah pecah pada jam 17.00 WIB
dilakukan pemeriksaan dalam pembukaan 8 cm. Lakukan observasi setiap 2 jam.
Sebelum dilakukan observasi sampai 2 jam ternyata pada pukul 18.30 WIB vulva
membuka dilakukan pemeriksaan dalam pembukaan lengkap, portio tipis, petunjuk
UUK dibawah simpisis. Anjurkan ibu untuk meneran, hasil pengawasan kala I ada
dilembar partograf.
6.
Ajarkan ibu teknik meneran, membimbing ibu
untuk untuk meneran yang benar dengan menarik napas panjang, tangan berada
dilipatan paha, dengan posisi setengah duduk, mata dibuka melihat perut dan
mulut di tutup serta mengedan keras seperti ingin BAB, ibu mampu meneran dengan
benar.
CATATAN PERKEMBANGAN
KALA II
Tanggal 18 MEI 2016, Jam18.30 WIB
a.
Data Subjektif :
Ibu
mengatakan perutnya terasa semakin sakit, ibu mengatakan merasa seperti ingin
BAB, ibu mengatakan pengeluaran lendir bercampur darah semakin banyak dan
keluar air-air yang tak tertahan.
b.
Data Objektif :
Pukul 18.30 WIB
1)
Keadaan umum ibu :
baik
TTV :
TD : 100/70
mmHg
Pols :
80x/menit
Temp : 36,10C
2) His : 5x/10
menit
3) Lama : >40
detik
4) Kekuatan
: kuat
5) Denyut
jantung fetus : Ada
6) Frekuensi
: 138 x/menit,
teratur
7) Pemeriksaan
dalam : pukul 18.30 WIB
Ketuban : sudah pecah
Penyusupan :
tidak ada moulase
Presentasi :
kepala
Petunjuk :
UUK dibawah simpisis
Dinding vagina :
normal
Portio :
lunak
Pembukaan :
lengkap
Penurunan bagian terendah : hodge IV
c.
Analisa Data :
Diagnosa : G1P0A0 usia kehamilan 38
minggu janin tunggal
hidup intra uterin presentasi kepala inpartu
kala II
Masalah : Rasa khawatir terhadap persalinanya
Kebutuhan : Dukungan psikologis
Pendamping persalinan
d.
Penatalaksanaan :
Pukul 18.30 WIB
1)
Jelaskan kondisi ibu saat
ini, sudah dijelaskan bahwa ibu sudah memasuki proses persalinan, pembukaannya
sudah lengkap 10 cm dan berlangsung dalam keadaan normal, Ibu mengerti dengan
keadaanya saat ini.
2)
Lakukan pertolongan
persalinan
a)
Pimpin ibu untuk meneran jika ada his dan
beristirahat jika tidak ada his, ibu mampu meneran dengan benar.
b)
Lahirkan kepala, saat
kepala bayi crowing 5-6 cm di depan vulva tangan kanan standen didepan vulva,
tangan kiri berada diatas simpisis supaya tidak terjadi defleksi
maksimal,kepala bayi lahir lalu mengusap mata, mulut, dan hidung, kepala lahir
pada pukul 19.09 WIB, ada lilitan tali pusat dan sudah dilongarkan, putaran
paksi luar normal.
c)
Lahirkan bahu, tangan
biparietal arahkan bahu atas ke bawah untuk melahirkan bahu atas, arahkan bahu
bawah ke atas untuk melahirkan bahu bawah, bahu bayi lahir normal.
d)
Lahirkan tubuh bayi,
sanggah tubuh bayi lalu susuri tubuh bayi sampai ke kaki, bayi lahir spontan
laki-laki, menangis kuat, warna kulit kemerahan. pada pukul 19. 13 WIB dan
diletakan di atas perut ibu lalu keringkan dengan handuk kering..
e)
Lakukan penjepitan tali
pusat, klem tali pusat 2-3 cm dari umbilikus, lalu urut dari klem pertama 2-3
cm ke klem kedua, potong tali pusat dengan melindungi abdomen bayi, tali pusat
telah dipotong dan di ikat.
f)
Lakuakan IMD, letakan bayi
diatas dada ibu dan diantara kedua payudara ibu , biarkan bayi mencari puting
susu sampai berhasil ±1 jam dan tetap mengawasi bayi, IMD telah dilakukan dan
bayi berhasil menemukan puting ±15 menit.
KALA III
Tanggal 18 Mei 2016, Jam : 19.15 WIB
a.
Data Subjektif :
Ibu mengatakan
perutnya masih teras mulas .
b.
Data Objektif :
1) Keadaan
umum :
baik
Kesadaran :
composmentis
2) Tanda-tanda
vital
Pols :
82x/menit
3)
Keadaan kandung kemih :
kosong
4) Tinggi
fundus uteri : Sepusat
5) Kontraksi
uterus :
baik
6) Jumlah
janin :
tunggal
7) Tanda-tanda
pelapasan plasenta : ada
8) Perdarahan : ±25 cc
9)
Bayi lahir spontan pervaginam, pukul 19.09
WIB, jenis kelamin laki-laki, bayi
kemerahan, menangis spontan, tonus otot kuat dan sedang melakukan IMD.
c.
Analisa Data :
Diagnosa
: P1A0 inpartu kala III
Masalah : Tidak ada
Kebutuhan :
Dukungan psikologis
d.
Penatalaksanaan :
Pukul 19.15 WIB
1)
Palpasi dan pastikan tidak
ada janin ke 2, palpasi telah dilakukn dan tidak ada janin ke 2.
2)
Suntik oksitosin,
menyuntikan oksitosin 10 IU secara IM di 1/3 paha atas bagian kiri, oksitosin
telah disuntikan pada pukul 19.15 WIB.
3)
Lakukan penegangan tali
pusat terkendali, tekan uterus secara dorso kranial dengan tangan kiri, lakukan
penegangan tali pusat terkendali, sudah ada tanda tanda pelepasan tali pusat (
tali pusat bertambah panjang, uterus dari diskoid menjadi globuler, ada
semburan darah mendadak ), kemudian dekatkan klem 5-10 cm didepan vulva lalu
tangan kiri dorsokronial dan tangan kanan meregangkan tali pusat sejajar lantai
lalu arahkan keatas mengikuti paras jalan lahir kemudian kebawah lalu saat
placenta tampak didepan vulva lahirkan placenta dengan tangan putar searah jarum
jam dan pilin untuk melahirkan selaput, pada jam 19:25 placenta lahir lengkap
kotiledon lengkap, selaput lengkap, dan 2 arteri 1 vena. Kemudian masase 15 x
dalam 15 detik.
4)
Bersihkan jalan lahir,
memebersihkan jalan lahir dari stosel-stosel mengunakan kasa dan periksa luka
laserasi, terdapat luka laserasi luar 1 cm. Kemudian dilakukan heating 1 cm
dengan tehnik one by one dan heating telah dilakukan.
5)
Periksa kontraksi ibu,
kontraksi ibu baik dan libatkan ibu untuk merasakan kontraksi minta tangan ibu
untuk memegang perutnya dan beritahu ibu jika teraba keras berarti kontraksinya
baik
6)
Periksa pendarahan,
pendarahan ibu normal 25 cc
KALA IV
Tanggal 18 Mei 2016, Jam : 19:30 WIB
a.
Data Subjektif :
Ibu
mengatakan perutnya masih mulas
b.
Data Objektif :
Pemeriksaan
Umum ibu
1) Keadaan
Umum : baik
Kesadaran : composmenthis
2) Tanda-tanda
vital :
Tekanan
darah : 110/80 mmHg
Nadi :78
x/menit
Pernapasaan :
20x/menit
Suhu :
36,0 oC
3)
Bayi lahir pukul :
19:09 WIB
Jenis kelamin : laki-laki
Berat badan : 3100 gr
Panjang badan : 47 cm
Lingkar kepala : 33 cm
Lingkar dada : 34 cm
Lila : 9,5 cm
4)
Pengeluaran ASI : belum keluar
keluar
5)
Kandung kemih :
kosong
6)
Placenta :
lahir lengkap pada pukul 19 : 25 WIB
7)
Tinggi fundus uteri : 2
jari bawah pusat
8)
Kontraksi uterus : keras
9)
Perdarahan : ± 50 cc
10) Luka
laserasi : ada 1 cm
c.
Analisa Data :
Diagnosa : P1A0 inpartu kala IV
Masalah : belum ada pengeluaran ASI
Kebutuhan :
Breast care
d.
Penatalaksanaan :
1) Jelaskan
kepada ibu tentang keadaan ibu saat ini
Menjelaskan keadaan umum ibu baik, kandung kemih kosong,
TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi keras, jumlah perdarahan ±50 cc dan terdapat luka laserasi,
Ibu mengerti dengan keadaannya saat ini.
2)
Beritahu ibu akan
dilakukan breast care karna belum ada pengeluaran ASI.
Menjelaskan pada ibu akan
dilakukan breast care untuk membantu pengeluaran ASI.
Ibu mengerti dan bersedia
dilakukan breast care.
3) Beri tahu ibu akan lakukan observasi kepada ibu selama 2 jam
setelah persalinan.
Menjelaskan bahwa akan memantau
setiap 15 menit di satu jam pertama dan setiap 30 menit di satu jam kedua
dengan memantau jumlah perdarahan, kontraksi uterus, TFU serta kandung kemih,
Ibu mengerti dan keadaan
ibu normal.
4)
Anjurkan ibu untuk makan dan minum untuk memenuhi nutrisinya,
menjelaskan pada ibu untuk makan-makanan seperti ikan, telur, sayur, tempe, tahu serta
minuman manis seperi susu ataupun teh untuk menambah energy.
Ibu
bersedia makan dan cukup
minum.
5)
Anjurkan ibu untuk melakukan mobillisasi dini,
Menjelaskan pada ibu untuk mobilisasi dini 2 jam post partum yaitu tidur miring kiri
dan kanan pukul 21.30 WIB,
kemudian duduk pukul 21.30 WIB dan
berjalan pukul 05.30 WIB
Ibu mengerti dan bersedia melakukan mobilisasi dini tidur
miring kiri-kanan pukul 22.00 WIB, duduk pukul 05.30 WIB dan berjalan pukul
08.05 WIB dikarena ibu masih lemas dan masih takut untuk berjalan.
6)
Ajarkan ibu teknik menyusui yang benar.
Menjelaskan pada ibu untuk memastikan puting susu benar-benar dimulut bayi mencapai areola,
pastikan pernafasan bayi tidak terhambat,
Ibu
mengerti dan akan menyusui bayinya dengan cara menyusui yang benar.
No comments:
Post a Comment